Sekilas BCW

Banten Corruption Watch adalah gerakan anti korupsi di Propinsi Banten, didirikan tanggal 05 Oktober 2000, diresmikan 10 November 2000 (akta notaris:Subandiyah). Secara organisasi BCW telah dibubarkan untuk sementara waktu sejak tahun 2007 hingga terbentuk pengurus baru yang belum tersusun.Sebagai gantinya sejak tahun 2007 kegiatan sementara waktu adalah mendokumentasikan kliping dari berbagai sumber media dan membuat artikel menyoal kejahatan korupsi di Banten.

Tuesday, May 6, 2008

Fress Money

BANTUAN PEMPROV UNTUK DESA / KELURAHAN DITUNDA SAMPAI APBD-P 2008

Pencairan dana bantuan Pemprov. Banten ditunda sampai APBD Perubahan 2008. Besar kemungkinan, pencairan akan dilakukan bulan November dan Desember 2008.
Kepala BPPMD (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat), Sigit Suwitatro, alasan penundaan dana segar tersebut karena alokasi Anggaran APBD 2008 tidak mencukupi. Pada APBD Banten sendiri baru dialokasikan 15 miliar. Jika dipaksakan akan menimbulkan masalah sebab tidak akan merata keseluruh desa.Padahal anggaran yang dibutuhkan 75 miliar.

Evaluasi
Untuk persiapan pencairan dana bantuan pihaknya sedang dan akan mengevaluasi fress money tahun 2007. Sampai saat ini, baru melakukan evaluasi dikota-kota Cilegon dan Pandeglang. Penggunaan dana segar tersebut ternyata cenderung digunakan untuk pembangunan fisik bukan untuk pemberdayaan.

Program pemberdayaan tersebut adalah ekonomi, perempuan, pemuda dll. Untuk pemberdayaan ekonomi desa, dana tersebut digulirkan dimasyarakat, dengan system pengembalian. Melalui dana tersebut, masyarakat bisa mengembangkan usahanya dengan tetap mengembalikan modal yang dipinjamnya itu.

Mengenai sanksi terhadap desa yang tidak menggunakan anggaran sesuai juknis, pihaknya akan memberikan peringatan kepada aparat desa tersebut. “Saya berharap, dana tersebut dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga secara bertahap perekonomian desa akan terangkat”, ujarnya.(H-28 Fajar Banten, Senin,21 April 2008)

Komentar :
Penyimpangan dan Penyalahgunaan serta kebocoran selain oleh Juknis apalagi ?

Saturday, May 3, 2008

Polling Khusus Sudah Pol Kawan

Hasil polling dari masyarakat mengenai keluarga H. Chasan Sochib (Chasan Sohib, Atut Chosiyah,Heri Wardhana/Wawan) disudahi dengan hasil yang sangat signifikan untuk dikaji ulang dan dilaporkan kembali jika gagal ditindaklanjuti.Dari data sumber Kajati Banten sendiri dan sumber lainnya terutama jasa media massa dalam melakukan investigative reporting sedikitnya sudah banyak yang mengarah pada beliau..

Selain Radar Banten,Radar Tangerang,dll., paling keras adalah BantenLink dalam menyajikan data yang sangat akurat dan kami dulu pada tahun 2006 pernah bekerja sama. Anda dapat akses di www.bantenlink.com dan www.chasansohib.blogspot.com disitu tertera dugaan kasus SMU Unggulan CBMS-Pandeglang,Pengadaan Alkes, Karang Sari, Pembangunan Gedung DPRD Banten.Lainnya mengenai kasus tanah dan gedung Mapolda Banten,KP3B,PIR,Pungli 30% proyek di Pemprov.Banten.

Sedangkan mengenai gelar kesarjanaan kami masih menunggu sikap dari dunia kampus yang ada di Banten dan para ahli untuk diminta komentarnya, serta tindakan apa yang terbaik mesti dilakukan. Yang patut diberikan sebetulnya hanya Doktor Honoris Causa(gelar kehormatan), sedangkan gelar Profesor menurut sepengetahuan kami mesti mendapat legitimasi dari Dikti sebagai lembaga yang berwenang dengan jam mengajar dan jenjang karir yang sudah cukup tinggi, serta menjadi guru besar di perguruan tinggi. Demikian menurut kami.

Gelar kesarjanaan perguruan tinggi hingga saat ini banyak menjadi sumber masalah diberbagai daerah tanah air. Mudahnya mendapat sertifikat kesarjanaan dengan imbalan uang tertentu dan waktu yang singkat, suka atau tidak suka juga membuat dunia kampus dan lembaga terkait mesti introspeksi.

Seperti Film Koboy Foto Kades Disebar, "Wanted !"

Foto Kades Buronan Raskin Disebar
Radar Banten Senin, 28-April-2008

SERANG – Hingga Minggu (27/4), dua kepala desa (kades) di Kecamayan Pamarayan yang menjadi buronan kasus dugaan penyelewengan beras untuk rakyat miskin (raskin) sebanyak 54 ton, yaitu Kades Kampung Baru Apendi dan Kades Damping Jaenudin, belum terendus jejaknya. Karena itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang akan menyebar foto kedua buronan tersebut.


Strategi untuk memburu kedua tersangka itu ditegaskan Kasubsi Penuntutan Kejari Serang Rudy Rosadi saat dihubungi Radar Banten, Minggu (27/4). Dia mengatakan, dengan menyebar foto ke seluruh pesolok Kabupaten/Kota Serang, diharapkan kedua buronan itu dapat dikenali dan dilaporkan masyarakat untuk ditangkap.
“Sampai saat ini (selama tiga hari-red) kami belum menemukan dua kades itu. Kami berencana menyebarkan foto mereka sehingga masyarakat yang tahu keberadaan dua tersangka bisa menginformasikannya kepada kami,” katanya.

Terpisah, Kapolsek Pamarayan AKP Syahril Minda saat dihubungi via telepon genggamnya mengatakan hal senada.

Untuk diketahui, penetapan status buronan terhadap dua kades itu dilakukan sesuai dengan surat penetapan buronan nomor B – 2080/0.6.10/Fd.1/04/2008 untuk tersangka Apendi dan nomor B – 2081/0.6.10/Fd.1/04/2008 untuk tersangka Jaenudin. Kedua surat itu ditandatangani oleh Kajari Serang Amri Sata dengan tembus Kapolda Banten, Kapolres Serang, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Banten, Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati Banten, Kapolsek Pamarayan, dan Kapolsek Jawilan.

Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Serang Agus Kurniawan mengatakan penetapan status buron pada Apendi dan Jaenudin dilakukan karena dua kades tersebut sampai saat ini tak diketahui keberadaannya. Untuk memburu dua pentolan kades di Kecamatan Pamarayan yang diduga menjadi otak penyelewengan raskin seberat 54 ton itu, Kejari Serang melibatkan polisi dari Polres Serang dan Polsek Pamarayan. (dew)

TUJUH KEPALA DESA TERSANGKUT KORUPSI FRESS MONEY&RASKIN

Tujuh kepala desa tersangkut korupsi di Kabupaten Serang, kini harus berurusan dengan aparat Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang. Pasalnya mereka diduga telah melakukan tindak pidana korupsi. Keterangan dari pihak Kejari Serang, menyebutkan tujuh kepala desa tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi.

Mereka yaitu Subai, Kades Junti Kecamatan Kopo, sebagai tersangka kasus dana segar (fress money) dari Pemprov Banten.Kasusnya kini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Serang.

Yang kedua, Kades Cireundeu, Kecamatan Petir Oman Subadri, telah disidangkan di PN Serang.

Yang ketiga, Kades Kencana Harapan, Kecamatan Pontang, Sobur, sebagai tersangka dalam kasus dana segar Pemprov Banten dan Alokasi Dana Perimbangan (APDP) dari Pemkab Serang. Kasusnya dalam proses penyidikan.

Keempat, Kades Undar-Andir, Kecamatan Kragilan, H. Badrudin, sebagai tersangka dana beras untuk keluarga miskin (Raskin).

Kelima, 3 Kades di Kecamatan Pamarayan, yaitu; Kades Kampung Baru, Affandi, Kades Binong, Parako, Kades Pamarayan, Sukarjo sebagai tersangka Kasus Raskin.
Mereka umumnya tersangkut fresh money dan raskin pada tahun 2006-2007, 2 berkas sudah diajukan dan 5 berkas sedang dalam proses penyidikan, menurut Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Serang, H. Agus Kurniawan, SH. yang dikonfirmasi Fajar Banten.

Fajar Banten Senin 21 April 2008


BANTUAN PEMPROV UNTUK DESA / KELURAHAN DITUNDA SAMPAI APBD-P 2008

Pencairan dana bantuan Pemprov. Banten ditunda sampai APBD Perubahan 2008. Besar kemungkinan, pencairan akan dilakukan bulan November dan Desember 2008.
Kepala BPPMD (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat), Sigit Suwitatro, alasan penundaan dana segar tersebut karena alokasi Anggaran APBD 2008 tidak mencukupi. Pada APBD Banten sendiri baru dialokasikan 15 miliar. Jika dipaksakan akan menimbulkan masalah sebab tidak akan merata keseluruh desa.Padahal anggaran yang dibutuhkan 75 miliar.

Evaluasi

Untuk persiapan pencairan dana bantuan pihaknya sedang dan akan mengevaluasi fress money tahun 2007. Sampai saat ini, baru melakukan evaluasi dikota-kota Cilegon dan Pandeglang. Penggunaan dana segar tersebut ternyata cenderung digunakan untuk pembangunan fisik bukan untuk pemberdayaan.

Program pemberdayaan tersebut adalah ekonomi, perempuan, pemuda dll. Untuk pemberdayaan ekonomi desa, dana tersebut digulirkan dimasyarakat, dengan system pengembalian. Melalui dana tersebut, masyarakat bisa mengembangkan usahanya dengan tetap mengembalikan modal yang dipinjamnya itu.

Mengenai sanksi terhadap desa yang tidak menggunakan anggaran sesuai juknis, pihaknya akan memberikan peringatan kepada aparat desa tersebut. “Saya berharap, dana tersebut dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga secara bertahap perekonomian desa akan terangkat”, ujarnya.(H-28 Fajar Banten, Senin,21 April 2008)
Bagaimana dengan kasus korupsinya ?proteksi apa yang harus dilakukan?

14 Pejabat Temuan BPK

14 Pejabat Diperiksa
Radar Banten Jumat, 09-Maret-2007

Terkait Temuan Penyimpangan BPK

SERANG – Tim gabungan dari Kejagung dan Kejati Banten tengah menyelidiki dugaan penyimpangan APBD Provinsi Banten yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dari tahun 2004 sampai 2006. Langkah pertama tim gabungan ini langsung memeriksa 14 pejabat dari Pemprov Banten, Pemkab Serang, dan Pemkot Cilegon secara bersamaan di gedung Kejati Banten, Kamis (8/3).

Mereka yang diperiksa adalah Sekda Provinsi Banten Hilman Nitiamidjadja, Kabiro Keuangan Setda Provinsi Banten Eutik Suharta, mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Yunadi Syahroni yang kini menjabat Kadis Hutbun Banten, Kepala Dinas PU Banten M Saleh, mantan Kepala Dinas PU Banten Widodo Hadi yang kini menjabat Kadindik Banten.

Selanjutnya Sekda Kabupaten Serang RA Syahbandar, Direktur RSUD Cilegon dr Sulaeman, Kabag Keuangan RSUD Cilegon Udi Safrudi, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten Djadja Budi Mihardja beserta jajarannya yaitu Enjuh Lulus Akbar, Tunggul Simandjuntak, Zakaria, M Nazir, dan Imam Santosa.
Pemeriksaan ke-14 pejabat ini dilakukan di dua ruangan yang dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejagung RI Abdul Wahab Hasibuan. Sementara dari Kejati Banten dipimpin oleh Asisten Intelijen (Asintel) Firdaus Dewilmar. Pemeriksaan dilakukan sejak pukul 11 hingga sekira pukul 17.00.

Usai pemeriksaan, Kajati Banten Suhaimi didampingi Asintel Firdaus Dewilmar langsung menggelar konferensi pers di ruang kerjanya. Pria kelahiran Ciomas, Serang ini membenarkan tengah memeriksa beberapa pejabat Pemprov Banten, Pemkab Serang, dan Pemkot Cilegon terkait temuan kasus dugaan korupsi pos dana belanja Setda Provinsi Banten, pengadaan alat kesehatan elektro medik di RSUD Cilegon dan RSUD Kota Tangerang. “Ada juga yang terkait kasus pembebasan tanah serta pembangunan markas Polda Banten. Selain itu dugaan penyimpangan pembangunan sarana fisik air, jalan dan bangunan di Banten termasuk pembangunan gedung DPRD Banten,” imbuhnya.

Kasus lainnya, imbuh Suhaimi juga menyeret para pejabat dan mantan pejabat itu di antaranya adalah kasus sarana fisik dan mutu pendidikan di Banten serta penyerapan keuangan dari berbagai pos di APBD Banten. “Penyelidikan ini akan kami tingkatkan menjadi penyidikan dalam jangka waktu satu bulan saja,” tegasnya seraya menambahkan tidak akan melakukan tebang pilih dalam penegakan kasus dugaan korupsi di Banten.
Sementara itu proses pemeriksaannya berlangsung tertutup bagi pers. Usai diperiksa para pejabat terkesan kucing-kucingan karena takut diekspos media. Mereka pulang melalui pintu belakang Kejati.

Di tempat berbeda Sekda Banten Hilman Nitiamidjaja ketika dikonfirmasi lewat telepon selulernya membenarkan pemeriksaan atas dirinya. Namun Hilman tidak mau berkomentar tentang materi pemeriksaan. Pengakuan Hilman, dia diperiksa oleh jaksa perempuan sejak pukul 10.30 sampai 12.30. “Kalau pertanyaan ada 15 pertanyaaan,” ujarnya.
Sementara Sekda Serang RA Syahbandar saat dihubungi melalui telepon selulernya tadi malam sudah tidur. “Bapak sudah tidur,” kata Hj Nining, istri RA Syahbandar.

Nining mengaku tidak tahu bila suaminya diperiksa oleh kejaksaan. Nining hanya tahu bahwa suaminya kemarin pulang sebelum magrib dalam keadaan kecapean. “Besok saja ya (konfirmasinya-red). Insya Allah besok pagi (hari ini-red) saya sampaikan ke bapak,” katanya. (luk/dew)

Banding Iwan Rosadi Dana Perda Non Perda

PT Banten Peringan Hukuman Iwan Rosadi
Radar Banten Sabtu, 03-Mei-2008

SERANG – Upaya banding yang dilakukan Iwan Rosadi membuahkan hasil menggembirakan.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Banten yang diketuai E Margono memberikan putusan lebih ringan 2 tahun dari vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang sebelumnya yang memvonis IWan selama 4 tahun penjara.

Berdasarkan putusan PT Banten Nomor 03/Pid/2008/PT. Btn, tertanggal 3 Maret 2008, denda yang dikenakan kepada Iwan juga menyusut 50 persen dari hukuman denda PN Serang yang berjumlah Rp 100 juta, dengan subsidair 3 bulan kurungan. Kendati demikian, kewajiban Iwan membayar uang pengganti sebesar Rp 711.650.000 subsidair 1 tahun tak berubah.

Sesuai amar putusan Majelis Hakim PT Banten, terpidana terbukti bersalah melanggar pasal dakwaan subsidair yaitu, pasal 3 jo pasal 18 UU No 31/1999, jo UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1).

Sebab, Iwan menggunakan uang penyusunan raperda-nonraperda senilai Rp 711.650.000 tersebut untuk memperkaya diri sendiri. Iwan juga bekerjasama dengan tersangka (almarhum) Tardian AS dan Nandang Suryana (saat ini sedang disidang di PN Serang) menggunakan uang Rp 525 juta untuk membayar honor dan pajak anggota DPRD Banten dalam kegiatan sosialisasi Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan APBD.

“Salinan putusan PT Banten dari kasus itu sudah kami terima,” kata JPU dalam perkara tersebut Rudy Rosadinya, Jumat (2/5). (dew)

Dokumen Raskin Pamarayan Disita

Dokumen Raskin Pamarayan Disita
Radar Banten Sabtu, 29-Maret-2008

SERANG – Kejaksaan Negeri Serang, Jumat (28/3), menyita barang bukti berupa dokumen penyaluran jatah raskin untuk Kecamatan Pamarayan, Kabupaten Serang, tahun 2006 dari Subdivre Bulog Banten.

Penyitaan dilakukan mulai pukul 09.00 hingga 11.30 WIB.
“Barang bukti ini diserahkan langsung oleh Wakil Subdivre Bulog Banten Norpansyah,” kata Rudy Rosadi, Kasubsi Penuntutan Pidana Khusus.
Dokumen penyaluran raskin untuk Kecamatan Pamarayan, menurutnya, hanya berjumlah satu bundel. Antara lain, surat keputusan tim penyaluran raskin dan surat pengajuan alokasi (SPA) raskin baik dari Pemkab Serang.
Dia mengatakan, penyitaan barang bukti tersebut terkait penyidikan kasus dugaan penyelewengan jatah raskin untuk 12 desa di Kecamatan Pamarayan pada tahun 2006 sebanyak 54 ton. Kendati telah menetapkan Kades Kampung Baru Afandi, Kades Binong Parako, Kades Pamarayan Sukarja, Kades Pasirlimus, mantan Kades Pamarayan Amsan, mantan Kades Keboncali Ason, mantan Kades Pudar Sumarna, dan mantan Kasi Pembangunan Desa Wirana Karno, sebagai tersangka dalam kasus tersebut, namun jaksa penyidik belum memeriksanya.
“Rencananya, hari ini (kemarin-red) kita melakukan pemeriksaan terhadap Kades Binong, Kades Keboncali, dan Kades Pasirlimus, sesuai surat pemanggilan pertama. Tapi atas permintaan mereka setelah berkonsultasi dengan Bagian Hukum Pemkab Serang, pemeriksaan ditunda hingga Selasa (1/4) pekan depan,” kata Rudy yang juga menjadi salah satu jaksa penyidik kasus tersebut.
Kasubag Bantuan Hukum Pemkab Serang Pampangrara ketika dihubungi membenarkan pernyataan Rudy. “Yang datang cuma Kades Binong. Dia meminta advokasi. Saya sarankan untuk mencari pengacara,” katanya. (don)

Kades Cirendeu Di Vonis 1 Tahun

Kades Cirendeu Divonis 1 Tahun Penjara
Radar Banten Selasa, 01-April-2008

SERANG – Terbukti selewengkan dana fresh money tahun 2005, Kepala Desa Cirendeu, Kecamatan Tunjungteja, Kabupaten Serang, Oman Subadri diganjar hukuman penjara satu tahun.

Terpidana ini tidak dikenakan hukuman membayar uang pengganti dan denda karena dianggap tidak memperkaya diri sendiri.
“Sesuai fakta dan bukti dalam persidangan, terdakwa terbukti secara sah menyelewengkan dana fresh money dan dihukum satu tahun penjara dan membayar biaya perkara lima ribu rupiah,” kata Ketua Majelis Hakim Ketua Maenong didampingi hakim anggota Lili Mokoginta dan Toto Ridarto membacaan vonisnya di Pengadilan Negeri Serang, Senin (31/3).
Putusan majelis hakim tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yang sebelumnya menjerat terpidana dengan pasal 3 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana disempurnakan dalam Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam penggunaan dana fres money bidang fisik senilai Rp 40 juta, Oman Subadri tidak melaksanakannya sesuai petunjuk teknis (juknis) dan tidak sesuai proposal yang diajukan Desa Cirendeu kepada Pemkab Serang. Dalam pembangunan tiga titik instalasi air di Desa Cirendeu senilai Rp 40 juta sesuai proposal, Oman Subadri hanya menggunakan dana sebesar Rp 20 juta. Sisanya, digunakan untuk membangun majelis taklim dan madrasah.
“Dalam juknis mengatur larangan agar tidak membangun di luar proposal. Atas putusan majelis hakim itu, saya pikir-pikir untuk menyiapkan kemungkinan banding karena terdakwa juga menyatakan pikir-pikir,” kata JPU Rudy Rosadi seusai sidang. (don
Keterangan Saksi Kasus Squatter Berbelit
Radar Banten Selasa, 01-April-2008

SERANG – Kesaksian terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk proyek Program Pemberdayaan Masyarakat Squatter (PPMS) Adiyanto, terkesan berbelit-belit.

Hal itu mengemuka saat mantan kepala Satker PPMS tersebut menjadi saksi mahkota dalam sidang lanjutan perkara ini dengan terdakwa mantan Kasi Pembangunan Kecamatan Kasemen Roni Yuroni di Pengadilan Negeri Serang, Senin (31/3).
Kepada Ketua Majelis Hakim Masrimal, Adiyanto mengakui, dana pembebasan lahan seluas 20.000 meter persegi untuk program PPMS diberikan kepada masing-masing pemilik lahan Rp 20.000 per meter, bukan Rp 29.500 per meter.

Kata dia, hal tersebut sesuai kesepakatan antara pemilik lahan dengan Pinlak PPMS Edi Supriyadi dan Kepala Desa Margaluyu Maman Suratman yang juga ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.

“Sebenarnya itu bukan dipotong dan bukan korupsi karena pemilik lahan menyerahkannya secara sukarela. Uang dari pemilik lahan (total senilai Rp 183 juta-red) itu untuk sosialisasi, pengukuran tanah, dan pemasangan papan proyek, karena untuk kegiatan ini tidak dianggarkan,” jelas Adiyanto.
Kesaksiannya itu kembali saksi nyatakan ketika Ketua Majelis Hakim Masrimal memberikan penegasan.

Kendati demikian, Adiyanto tidak dapat memastikan jika pemberian uang pembebasan lahan Rp 9.500 per meter persegi dari masing-masing pemilik lahan Sariman, Djuhroh, Masudah, Lilis Susilowati, dan Enok Nawiroh, dilakukan sesuai musyawarah. “Saya lupa,” ujarnya beralasan.

Kesaksian itu berbeda ketika saksi dicecar pertanyaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rudy Rosadi. Mengingat, kesaksian Roni Yuroni dalam sidang sebelumnya bahwa uang pembebasan lahan langsung dipotong.

“Anda sudah disumpah. Teknis pembayarannya diberikan penuh Rp 29.500 per meter persegi kemudian pemilik lahan menyerahkan Rp 9.500 per meter persegi. Atau langsung dipotong,” tegas JPU.

“Saya lupa-lupa ingat. Kalau tidak salah, ada yang dibayar Rp 29.500 dan ada yang Rp 20.000 per meter persegi. Kesepakatan uang diambil Rp 9.500 per meter persegi itu diketahui Pak Roni Yuroni,” ujar Adiyanto setelah diperingatkan.
Kesaksian itu disangkal terdakwa. “Saya baru tahu harganya ketika uang dibayarkan ke Haji Sariman,” katanya. (don)

Udin Janahuddin

Udin Janahudin Utang Uang Pengganti Rp 5 Juta
Radar Banten Kamis, 03-April-2008

Bebas dari Rutan Pekan Kemarin

SERANG – Genap satu tahun menjalani masa tahanan di Rutan Serang, terpidana kasus korupsi Dana Perumahan (DP) DPRD Banten Udin Janahudin, bebas pada Jumat (28/3) pekan kemarin. Politisi PPP ini dapat menghirup udara segar meskipun uang pengganti sebesar Rp 180 juta belum dia lunasi.
Udin Janahudin diketahui telah bebas dari penjara pada Senin (31/3) lalu saat mengikuti sidang paripurna di DPRD Kabupaten Serang. Hal tersebut dibenarkan Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Serang Agus Kurniawan.
“Dia sudah bebas karena sudah membayar uang penggantinya. Nilainya, saya kurang tahu persis karena yang menangani Rudy Rosadi (Kasubsi Penuntutan Kejari Serang),” katanya.
Rudy yang menjadi jaksa dalam kasus Udin Janahudin ketika dikonfirmasi, Rabu (2/4) mengatakan, mantan terpidana kasus korupsi DP DPRD Banten periode 2001-2004 tersebut bebas lantaran masa tahanannya genap satu tahun.
Di samping itu, kata dia, mantan anggota DPRD Banten periode 2001-2004 tersebut juga telah membayarkan uang pengganti yang menjadi tanggung jawabnya, meskipun masih kurang Rp 5 juta.
“Uang pengganti dibayarkan Rp 175 juta oleh istrinya waktu Udin Janahudin masih di tahanan. Kita tidak bisa menahannya karena hanya kurang Rp 5 juta, dan dia sudah menyatakan akan melunasinya pada tanggal 10 April nanti,” kata Rudy ketika disinggung mengenai nasib terpidana DP seperti, Efendi Yusuf Sagala, Achmad Malik Komet, Damhir Tampubolon, dan Rudi Korua, yang masih mendekam di Rutan Serang lantaran belum melunasi uang pengganti, meski masa tahanannya berakhir.
Kendati uang pengganti dibayarkan, menurut Rudy, Udin Janahudin melanggar prosedur administratif. Pasalnya, uang pengganti senilai Rp 175 juta tersebut langsung disetorkan ke kas daerah tanpa melalui Kejari Serang.
“Sekarang sudah beres. Uang itu diambil dan diserahkan ke Bendahara Kejari Serang untuk disetorkan kembali ke kas daerah,” katanya.
Pengacara Udin Janahudin, Syaiful, tidak dapat dimintai keterangannya lantaran handphone-nya tidak aktif. (don

Dana Perda Non Perda Dicairkan Di Rutan

Dana Perda Nonperda Dicairkan di Dalam Rutan
Radar Banten Rabu, 02-April-2008

SERANG – Dana kegiatan penyusunan pembahasan 3 raperda dan satu nonraperda sebesar Rp 85 juta ternyata dicairkan atas dasar perintah mantan Sekretaris DPRD Banten almarhum Tardian AS yang saat itu masih ditahan di Rutan Serang terkait kasus korupsi dana perumahan (DP) DPRD Banten.

Dari Rp 85 juta itu, Rp 40 juta diserahkan di dalam Rutan Serang.
Hal itu terungkap berdasarkan kesaksian mantan Kasir Setwan DPRD Banten Khotimtustiyanti dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pembahasan raperda dan nonraperda dengan terdakwa mantan Kabag Perundang-undangan Setwan DPRD Banten Nandang Suryana di Pengadilan Negeri Serang, Selasa (1/4). Majelis hakim dalam sidang ini hanya dihadiri hakim Yohanes Priyana dengan JPU Edi Dikdaya dan Sih Kanthi Utami.

Menjawab pertanyaan kuasa hukum Nandang Suryana, Agus Setiawan, saksi mengaku jika dua kuitansi senilai Rp 45 juta dan Rp 40 juta berikut uangnya yang dia keluarkan kemudian diserahkan kepada terdakwa di ruang kerjanya atas perintah almarhum Tardian pada Januari 2004.

Kesaksian Khotimtustiyanti tersebut berbeda dengan pengakuan terdakwa Nandang Suryana. Bahwa, dirinya menerima uang pembahasan raperda dan nonraperda tersebut tidak sekaligus. Pertama, di ruang Kabag Keuangan pada Desember 2004 senilai Rp 45 juta. Kedua, senilai Rp 40 juta di dalam Rutan Serang pada Juli 2005 ketika Nandang dan Kabag Persidangan Setwan DPRD Banten waktu itu, menjenguk Tardian AS.

Ketika pengakuan Nandang tersebut dikemukakan, Khotimtustiyanti akhirnya mengakui jika uang dia serahkan tidak bersamaan. “Sebagian uang memang diserahkan di Rutan, tapi saya lupa yang Rp 40 juta atau yang Rp 45 juta. Kalau bulannya sih saya yakin Januari bukan Juli,” katanya menambahkan, jika dua kuitansi tersebut tidak menyebutkan peruntukannya alias dikosongkan.

“Waktu itu saya cuma diperintah pengguna anggaran (Setwan DPRD Banten-red) untuk memberikan uang ke Pak Nandang, tapi saya nggak tahu untuk apa karena Pak Setwan bilangnya cuma buat studi,” terang Khotimtustiyanti.

Menanggapi kesaksian Khotimtustiyanti, terdakwa mengatakan, uang dengan total nilai Rp 85 juta itu langsung diserahkan ke akademisi asal Universitas Padjadjaran, Bandung, Prof Asep Kartiwa untuk melakukan kajian akademis atas penyusunan Raperda Satuan Organisasi Tata Kerja (SOTK) Setda, Raperda SOTK Bappeda, Raperda SOTK Setwan, dan Raperda Bawasda.

“Setelah saya terima dari Pak Tardian, dua jam kemudian uang saya serahkan ke Prof Asep Kartiwa,” tegasnya. Sidang juga mendengarkan kesaksian mantan staf Nandang, Cepi Dian, dan mantan Kasubag Anggaran Setwan DPRD Banten periode 2001-2005 Endang Targaatmaja. (dew)

DAK Pendidikan

Hasil Penyelidikan DAK Pendidikan Dikirim ke Kejagung
Radar Banten Kamis, 03-April-2008

SERANG – Kejaksaan Tinggi Banten telah mengirimkan hasil sementara penyelidikan dugaan penyelewengan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan ke Kejaksaan Agung.

“Penyelidikan ini sesuai dengan instruksi Kejagung. Makanya, hasil penyelidikan sementara dari keterangan pejabat terkait, dokumen DAK Bidang Pendidikan, dan data yang diperoleh dari lapangan, kita kirimkan ke Kejagung,” kata Kepala Kejati Banten Lari Gau Samad, Rabu (2/4).
Dia menerangkan, hal itu dilakukan agar Kejagung dapat menelaah hasil penyelidikan yang dilakukan Kejati Banten. Disinggung hasil penyelidikannya, Lari Gau Samad mengatakan, belum dapat disimpulkan. “Justru itu, indikasi penyelewengan peruntukan DAK Bidang Pendidikan apakah untuk buku atau gedung, baru bisa disimpulkan setelah ada petunjuk dari Kejagung. Kita masih menunggu petunjuk dari Kejagung untuk menentukan langkah selanjutnya,” pungkasnya. (dew)

4 Terpidana Bebas

Hari Ini, Empat Terpidana DP Bebas
Radar Banten Jumat, 04-April-2008

SERANG – Rencananya, Jumat (4/4) hari ini, empat terpidana kasus korupsi Dana Perumahan (DP) DPRD Banten masing-masing, Efendi Yusuf Sagala, Achmad Malik Komet, Damhir Tampubolon, dan Rudi Korua, akan keluar dari Rutan Serang.

Hal itu dimungkinkan setelah keempat terpidana ini menjalani hukuman subsidair 3 bulan penjara sejak masa tahanannya berakhir tanggal 4 Januari 2008. Hukuman subsidair dijalani lantaran keempat terpidana tidak sanggup mengembalikan uang pengganti yang telah ditetapkan hakim. Bersama Aap Aptadi, Efendi Yusuf Sagala, Achmad Malik Komet, Damhir Tampubolon, dan Rudi Korua, merupakan mantan anggota DPRD Banten periode 2001-2004 yang menjalani hukuman penjara 1 tahun sejak 4 Januari 2007.

Berbeda dengan Aap Aptadi yang bebas pada tanggal 4 Januari 2008, keempat terpidana kasus korupsi DP ini masih menjalani tahanan lantaran tidak mengembalikan uang pengganti. Masing-masing sebesar Rp 135 juta untuk Efendi Yusuf Sagala, Rp 135 juta untuk Achmad Malik Komet, Rp 135 juta untuk Damhir Tampubolon, dan Rp 130 juta untuk Rudi Korua.

“Mereka masih ditahan untuk menjalani hukuman pengganti selama 3 bulan hingga awal April ini. Mungkin tanggal 4, karena masa tahanannya berakhir tanggal 4 Januari 2008,” kata Rudy Rosadi, Kasubsi Penuntutan Kejari Serang yang juga menjadi jaksa dalam kasus tersebut, Kamis (3/4).

Menurut dia, putusan hukuman subsidair 3 bulan kepada Efendi Yusuf Sagala, Achmad Malik Komet, Damhir Tampubolon, dan Rudi Korua, menyusul upaya Kejari Serang mendapatkan uang pengganti melalui penyitaan aset atau harta keempat terpidana tersebut tidak berhasil.

“Hukuman subsidair itu setelah kita minta petunjuk kepada Kejati Banten karena keempat terpidana ini benar-benar tidak mampu mengembalikan uang pengganti. Itu diperkuat dengan keterangan lurah mereka masing-masing,” jelas Rudy.

Keempat terpidana kasus korupsi DP masih menjalani hukuman dibenarkan salah satu pejabat Rutan Serang yang enggan namanya dikorankan. “Masa tahanan subsidairnya berapa, saya tidak ingat karena berkasnya di kantor. Besok (hari ini-red) saja ya,” katanya saat dihubungi Radar Banten, kemarin sore.

Diketahui, dalam amar putusan Pengadilan Tinggi Banten yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Serang, jika keempat terdakwa tidak mengembalikan uang pengganti, maka harta benda terdakwa dapat disita untuk dilelang. (don

Panitia Fiktif Perda dan Non Perda

Panitia Penyusunan Perda dan Nonperda juga Fiktif
Radar Banten Rabu, 09-April-2008


SERANG – Kegiatan penyusunan perda dan nonperda merupakan proyek fiktif. Hal itu diungkapkan dua saksi yang diajukan dalam sidang lanjutan perkara tersebut dengan terdakwa Nandang Suryana di Pengadilan Negeri Serang, Selasa (8/4).

Yakni, Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Surahman dan Ketua Panitia Pemeriksa Barang dan Jasa Tb Yusuf. Berdasarkan kesaksiannya, Surahman yang tercatat sebagai ketua panitia pengadaan barang dan jasa dalam kegiatan tersebut, ternyata tidak pernah menerima surat keputusan pengangkatan dirinya sebagai ketua panitia. Bahkan, pria yang menjabat Kasubag Perundang-undangan Setwan DPRD Banten waktu kegiatan penyusunan perda dan nonperda digulirkan, juga tidak mengetahui adanya kepanitian barang dan jasa dalam kegiatan tersebut.

“Saya nggak tahu pak, soalnya saya nggak pernah nerima SK-nya. Saya juga nggak tahu-menahu soal kegiatan perda dan nonperda. Apalagi yang berhubungan dengan uang,” ujar Surahman menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Edi Dikdaya yang memperlihatkan bukti SK kepanitian kegiatan perda dan nonperda.

Kendati demikian, Surahman ternyata pernah menandatangani beberapa dokumen terkait kegiatan penyusunan perda dan nonperda tersebut atas perintah Nandang Suryana. Alasannya, loyalitas kepada atasan. “Tapi saya nggak tahu isinya karena diburu-buru Pak Nandang yang mengatakan, sudah ditunggu Pak Sekwan (almarhum Tardian AS-red),” tuturnya.

Kegiatan penyusunan perda dan nonperda merupakan proyek fiktif juga diketahui dari kesaksian Tb Yusuf. Kata dia, dirinya yang menjabat Ketua Panitia Pemeriksa Barang dan Jasa tidak pernah memverifikasi atau memeriksa dokumen terkait kegiatan tersebut.

“Saya tidak tahu, kepanitiaan pengadaan penyusunan perda dan nonperda itu ada atau nggak. Yang jelas sesuai dengan tupoksi jabatan saya waktu itu saya tidak pernah menerima apalagi memverifikasi dokumen terkait perda dan nonperda,” kata Tb Yusuf yang mantan Kasubag Verifikasi di Bagian Keuangan Setwan DPRD Banten. (dew)

Tb Afdal Terdakwa Kasus KUT Serahkan Diri

Terpidana Korupsi KUT Tb Afdal Ibati Menyerahkan Diri
Radar Banten Jumat, 11-April-2008


PANDEGLANG – Eksekusi terhadap terpidana korupsi Kredit Usaha Tani (KUT) senilai Rp 90 juta Tb Afdal Ibati alias Aat,

Akhirnya dapat dilaksanakan Kejaksaan Negeri Pandeglang pada Kamis (10/4), setelah Ketua Koperasi Pengusaha Hasil Bumi Sentosa yang menjadi staf Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang (bukan Balai Pengelolaan Sumber Daya Alam, Radar Banten, 9/4) ini menyerahkan diri sekira pukul 10.00 WIB.
Tb Afdal Ibati datang ke kantor Kejari Pandeglang yang berlokasi di Jalan Raya Serang-Pandeglang ditemani istri dan anaknya. Hanya saja, eksekusi tidak langsung dilakukan. Jaksa Kejari Pandeglang baru mengeksekusinya setelah acara makan siang bersama antara Kajari Pandeglang Yessi Esmiralda dengan pegawai Kejari Pandeglang di aula kejari selesai sekira pukul 13.00 WIB.
Terpidana korupsi KUT tersebut dibawa ke Rutan Pandeglang tidak menggunakan mobil tahanan, akan tetapi diangkut dengan mobil dinas Kejari Pandeglang nopol A 257 K. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut Tb Afdal Ibati. Dia langsung bergegas masuk mobil ketika sejumlah wartawan mengejarnya untuk konfirmasi.
Tb Afdal Ibati menjalani tahanan sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasinya pada tanggal 5 Januari 2007. Dalam amar putusan MA yang diterima Kejari Pandeglang, tanggal 3 April 2008, Ketua Koperasi Pengusaha Hasil Bumi Sentosa yang menerima dana KUT senilai 827 juta pada tahun 1999 tersebut divonis hukuman penjara 1 tahun plus denda Rp 3 juta, subsidair tiga bulan penjara dan uang pengganti Rp 90 juta.
Putusan MA itu menguatkan putusan PN Pandeglang pada Desember 2003 dan putusan Pengadilan Tinggi Banten pada tanggal 5 Januari 2007. Diketahui, masa tahanan Tb Afdal Ibati akan dilaksanakan penuh mengingat terpidana tidak pernah ditahan sebelumnya.
“Kami hanya melaksanakan eksekusi sesuai putusan MA,” kata Kasi Pidsus Kejari Pandenglang Zainunsyah. Menyoal jumlah kasus serupa yang ditanganinya, dia enggan berkomentar. (adj)

Kasus Lahan Squatter

Pengadaan Lahan Squatter Rugikan Negara Rp 204,8 Juta
Radar Banten Selasa, 15-April-2008

SERANG - Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) area Jakarta II Bambang Subianto,

Dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan Program Pemberdayaan Masyarakat Squatter (PPMS) dengan terdakwa mantan Kasi Pembangunan Kecamatan Kasemen Roni Yuroni di Pengadilan Negeri Serang, Senin (14/4). Dalam kesaksiannya, auditor BPKP ini menegaskan, kegiatan pengadaan lahan proyek squatter telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 204.803.900.

Dipaparkan, kerugian negara itu timbul terkait pemotongan dana pembebasan lahan seluas 20.000 meter persegi oleh para terdakwa terhadap lima pemilik lahan di Kampung Kendal, Desa Margaluyu, Kecamatan Kasemen. Yakni, Sariman, Djuhroh, Masudah, Lilis Susilowati, dan Enok Nawiroh.

“Dari hasil audit kami, ada dana yang tidak sampai ke masyarakat. Dari harga lahan Rp 29.000/meter yang semestinya dibayarkan, namun realisasinya hanya dibayar Rp 20.000/meter. Karena itu dari perhitungan kami, negara dirugikan sebesar Rp 204.803.900,” ujarnya kepada Ketua Majelis Hakim Masrimal didampingi hakim anggota Tito Suhud.

Kesaksian auditor BPKP ini dibantah kuasa hukum Roni Yuroni, Ajang Sukmara. Menurut dia, kliennya secara hukum tidak bersalah karena kuitansi pembayaran yang diterima para pemilik lahan mencantumkan nilai pembebasan lahan sesuai dana yang dikucurkan, Rp 29.000/meter persegi, meskipun uang yang diterima hanya Rp 20.000/meter persegi.
“Secara hukum materiil, kuitansi adalah bukti pembayaran yang sah,” katanya. (dew)

Putusan Bebas Randis

Putusan Bebas Terdakwa Randis Disayangkan
Radar Banten Kamis, 17-April-2008

SERANG – Putusan majelis hakim dalam kasus dugaan korupsi pengadaan motor Patwal Suzuki GSX 750 cc disayangkan. Hal itu diungkapkan pakar hukum pidana di Banten, Muhyi Mohas SH MH, saat dihubungi Radar Banten, Rabu (16/4).

“Saya melihat, putusan hakim hanya pendekatan dari pertimbangan biasa atau administrasinya saja. Padahal, kasus itu (dugaan korupsi pengadaan motor patwal-red) termasuk luar biasa sehingga pendekatan yang harus dilakukan hakim adalah pendekatan luar biasa,” katanya.

Dia menilai, kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) tersebut, bukan semata-mata kesalahan administrasi terkait pengucuran dana pengadaan motor patwal senilai Rp 250 juta. Namun, perbuatan tersebut juga merupakan bagian dari perbuatan melawan hukum yang berdimensi hukum pidana.

“Kita menghargai putusan hakim, tapi harusnya hakim wajib menggali nilai-nilai hukum masyarakat sesuai amanat salah satu pasal Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Hakim,” tukas Muhyi.

Nilai-nilai hukum masyarakat yang harus menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan vonis kasus dugaan tipikor, terang dia, mengingat kasus tersebut menjadi perhatian masyarakat. “Tidak bisa hakim menggunakan pendekatan biasa dalam kasus tindak pidana korupsi,” imbuhnya.

Menurut Muhyi, pendekatan luar biasa harus dilakukan hakim. Karena kasus dugaan tipikor tidak hanya dilihat atau tertera dari undang-undang yang bersifat legalistik. Hakim juga harus mempertimbangkan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. “Itu pula yang disebut dengan penggunaan hukum progresif,” jelas Muhyi.
Terpisah, jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus tersebut Rudy Rosadi menyatakan, pihaknya akan mengajukan kasasi menyusul putusan hakim. “Kita sudah menyatakan kasasi, dan akan menyusunnya. Tapi sampai sekarang, salinan putusan hakim belum kami terima,” kata Rudy di Kejari Serang, Jalan Raya Serang-Pandeglang, kemarin.
Hal tersebut dibenarkan Kasi Pidsus Kejari Serang Agus Kurniawan. “Kita sudah berupaya maksimal. Wadah kita untuk melanjutkan kasus ini ya kasasi,” ujarnya.

Diketahui, lima terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan motor patwal senilai Rp 250 juta, yaitu Ketua Panitia Pengadaan Barang Ujang Jumala, Sekretaris Pengadaan Barang Ahmad Khalyubi, Direktur CV Tugu Gunung Abadi Saeful Bahri, Ketua Pemeriksa Barang Nana Suhadna, dan Bendahara Pemeriksa Barang Mastupah, divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Serang.

Padahal, kepada Ujang Jumala dan Ahmad Khalyubi, JPU menuntut hukuman penjara 1 tahun. Kepada Saeful Bahri, JPU menuntutnya dengan hukuman penjara 2 tahun. Sementara Nana Suhadna dan Mastupah, dituntut 1 tahun penjara. (don)

Kasus Tanah Bhayangkara

Warga Bhayangkara Tolak Tawaran Polda Banten
Radar Banten Jumat, 18-April-2008


SERANG – Proses mediasi atau perdamaian antara Polda Banten dengan warga Bhayangkara terkait masalah sengketa lahan Bhayangkara yang terletak di Kelurahan Sumurpecung, Kecamatan Serang/Kota Serang, tampaknya menemui jalan buntu.

Pada sidang lanjutan perkara tersebut di Pengadilan Negeri Serang, Kamis (17/4), warga melalui kuasa hukumnya, Eko Budiantoro, menolak penawaran Polda Banten untuk memberikan ganti rugi senilai Rp 90 juta per kavling.

Dalam sidang, Eko Budiantoro mengungkapkan kesepakatan warga atas penolakan tersebut. Alasannya, uang yang ditawarkan tidak menguntungkan warga yang menempati kavling-kavling di lahan Bhayangkara. “Tapi kami tak menutup kemungkinan adanya mediasi lain, karena kami juga menawarkan dua opsi kepada Polda Banten terkait lahan Bhayangkara,” katanya.

Opsi pertama, sebut Eko, warga meminta adanya transaksi jual beli dengan posisi sejajar. Di mana, warga menjadi penjual dan Polda Banten sebagai pembeli. Opsi kedua, warga meminta direlokasi secara bersama-sama dengan syarat lokasi baru itu lebih baik dibandingkan dengan lokasi sebelumnya.

Atas penawaran dua opsi warga itu, kuasa hukum Polda Banten, Razid Chaniago dan AKBP Entis Sutisna, menyatakan akan mempertimbangkannya. Karena itu, hakim mediator Tito Suhud memutuskan untuk menunda sidang selama satu pekan untuk memberi waktu kepada Polda Banten mempertimbangkan penawaran opsi dari warga. (dew)

Waspadai Indikasi Penyimpangan Anggaran

Waspadai Indikasi Penyimpangan Anggaran
Radar Banten Rabu, 23-April-2008

Permintaan Seswapres pada Penegak Hukum di Banten

SERANG – Deputi Sekretaris Wakil Presiden (Seswapres) Bidang Dokumentasi dan Pengawasan Pembangunan Ahmad Sanusi meminta aparat penegak hukum di Banten mewaspadai indikasi penyelewengan anggaran. Hal itu menyusul adanya indikasi mark up jumlah persentase penyerapan anggaran dari pusat (APBN) maupun dari anggaran daerah (APBD) yang dilaporkan kepada pemerintah pusat.

“Dari data yang masuk ke wapres, penyerapan anggaran baik APBN maupun APBD provinsi dan APBD kabupaten sering rendah, berkisar pada angka 53 persen. Tetapi tiba-tiba melonjak di akhir Desember. Ini patut diwaspadai, terindikasi tipikor (tindak pidana korupsi) atau tidak,” ujar Ahmad Sanusi pada acara sosialisasi nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) nomor KEP-109/A/JA/09/2007, nopol B/2718/IX/2007, dan KEP-1093/K/D6/2007, antara kejaksaan, kepolisian, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di Hotel Le Dian, Selasa (22/4).

Nota kesepahaman itu dibuat agar ketiga lembaga tersebut dapat bekerjasama dalam penanganan kasus penyimpangan pengelolaan keuangan negara yang terindikasi tipikor, termasuk dana nonbudgeter.

Dia memaparkan, rendahnya penyerapan anggaran akibat indikasi tipikor berimbas juga pada proses pembangunan karena indikasi itu dianggapnya bisa menghambat proses pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang pada 2007 ini angkanya kurang dari 6,3 persen.

“Pertumbuhan ekonomi itu kan dipengaruhi 3 faktor. Di antaranya, iklim investasi, penegakan hukum yang tegas, dan birokrasi yang singkat serta efisien,” ujarnya sambil mengatakan di Indonesia investor dihadapkan pada 12 mata rantai birokrasi yang mestinya bisa diputus.

“Makanya kita gelar sosialisasi ini, yang diharapkan timbul kesamaan persepsi antara para penegak hukum di Banten,” tukasnya sambil menginformasikan pasca penandatanganan MoU itu, kepolisian dan kejaksaan akan bekerjasama dalam proses penyidikan. Di mana, perkara yang sudah ditangani kepolisian tak akan ditangani kejaksaan, begitu juga sebaliknya.

Menanggapi nota kesepahaman itu, Kajati Banten Lari Gau Samad maupun Kapolda Banten Brigjen Pol Rumiah Kartoredjo sama-sama menegaskan sangat membantu penindakan kasus tipikor. (dew

Kejagung Singgung Peran Pemborong PIR

SERANG – Hasil ekspose perkara dugaan korupsi pembangunan jalan lingkar Pasar Induk Rau (PIR) di Kejaksaan Agung (Kejagung), peran pemborong dalam proyek tersebut disinggung pihak Kejagung.

Selain itu, Kejagung juga menginstruksikan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten untuk mempertajam peran kedua tersangka, yaitu mantan Pjs Bupati Serang Ahmad Rivai dan mantan Sekda Serang Aman Sukarso.
Hal tersebut dinyatakan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Banten Yunan Harjaka ketika dihubungi Radar Banten, Rabu (23/4). “Dalam ekspose itu, Kejagung meminta kami untuk mempertajam peranan dua tersangka. Selain itu juga meminta kami memperjelas peranan pemborong dalam proyek jalan lingkar PIR karena dia juga menerima uang dari proyek tersebut,” tandasnya.

Ditanya apakah instruksi itu akan memunculkan tersangka baru, Yunan enggan menjelaskan karena kewenangan penyidik, yaitu Polda Banten.
“Kita tunggu saja, karena setelah perbaikan sesuai instruksi itu kami akan ekspose kasus itu sekali lagi di Kejagung. Baru kemudian akan kami limpahkan ke Pengadilan Negeri Serang,” pungkasnya sambil menambahkan berkas dakwaan PIR yang dibuat Kejati Banten sudah memenuhi syarat. Di mana, dua tersangka akan dikenakan pasal 2 dan 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah disempurnakan dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Diketahui, Ahmad Rivai dan Aman Sukarso resmi ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Serang setelah diperiksa selama kurang lebih satu jam di ruang Pidsus Kejati Banten, Selasa (8/4). Dua pejabat itu ditahan karena menjadi tersangka dalam perkara dugaan korupsi proyek pembangunan jalan lingkar PIR tahun 2004 lalu. (Radar Banten Kamis, 24-April-2008,dewi)

Raskin Dijual Kepala Desa Cirinten-Lebak

Tersangka Penadah Raskin Desa Cirinten Bertambah
Radar Banten Jumat, 25-April-2008


RANGKASBITUNG – Satu lagi pelaku dugaan penyelewengan beras untuk rakyat miskin (raskin) jatah Desa Cirinten, Kecamatan Cimarga, Lebak, ditangkap Polres Lebak.

Komarudin (33), warga Kampung Cisepuh, Desa Cirinten, menjadi tersangka karena diduga menjadi penadah raskin yang disinyalir telah dijual oleh Kepala Desa Cirinten Saprah pada Rabu (23/4) sekira pukul 19.00 WIB.
Dengan penangkapan Komarudin, penyidik Polres Lebak berarti telah menetapkan 4 tersangka dalam kasus tersebut. Antara lain, Saprah, Oji (dianggap ikut membantu penjualan raskin), dan Sulaeman (tersangka penadah), yang telah ditangkap pada Selasa (22/4).

Di ruang kerjanya, Kamis (24/4), Kasat Reskrim Polres Lebak AKP Yudis Wibisana mengungkapkan, penetapan status tersangka Komarudin dan penangkapannya didasarkan pada pengembangan kasus dugaan penyelewengan raskin jatah bulan Maret 2008 sebanyak 1 ton di Desa Cirinten. “Beras yang dijual Kades Saprah melalui perantara Oji, dibeli oleh Sulaeman dan Komarudin seharga Rp 2.000 per kilogram sebanyak 1 ton,” ungkap Yudis.

Kemudian, lanjutnya, kedua penadah raskin tersebut menjual raskin kembali secara eceran di daerah Ciboleger, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, dengan harga Rp 3.000 per liter. “Kedua tersangka penadah kami kenakan pasal 480 KUHP,” pungkas Yudis. (day

Berkas Kasus KP3B Lengkap

Radar Banten Sabtu, 26-April-2008

SERANG – Berkas perkara dugaan korupsi pengadaan lahan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) dinyatakan lengkap atau P-21 pada Kamis (24/4).

Kini, Kejati Banten tengah menyusun berkas dakwaannya sambil menunggu proses penyerahan tersangka dan barang bukti perkara tersebut dari Polda Banten.
Hal tersebut ditegaskan Kasi Penyidikan pada Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Banten Edi Dikdaya saat dihubungi via telepon pada Jumat (25/4).

Dijelaskan, berkas perkara KP3B itu terdiri dari berkas bernomor BP /16/XII/2007/Reskrim atas nama mantan Sekretaris Panitia Pengadaan Lahan BPN Serang Beni Benardi, berkas bernomor BP/17/XII/2007/Reskrim atas nama mantan Kabiro Perlengkapan Pemprov Banten Iya Sukiya, dan berkas bernomor BP/18/XII/2007/Reskrim atas nama pengusaha asal Serang Mas Imal Maliki, dinyatakan lengkap menyusul ekspose intern Kejati Banten.
“Karena sudah lengkap, kami saat ini sedang melakukan penyusunan berkas dakwaan sambil melakukan ekspose dan konsultasi dengan Kejagung,” katanya.

Disinggung tentang penyerahan tersangka dan barang bukti kasus tersebut, Edi Dikdaya tidak dapat memberikan kepastian. “Tapi sepertinya baru akan dilaksanakan setelah kami melakukan ekspose dan kemudian berkas dakwaannya di-acc (disetujui-red) Kejagung,” katanya sambil menambahkan ketiga tersangka diduga melanggar pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Diketahui, ketiga tersangka tersebut diduga melakukan perbuatan melawan hukum, baik sendiri maupun bersama-sama untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu koorporasi sehingga merugikan keuangan negara.

Pasalnya, lahan KP3B seluas 5.195 hektar itu ternyata diklaim oleh Imal dan Ratna Komalasari. Imal mengklaim, lahan itu adalah miliknya dengan sertifikat hak milik nomor 86. Sedangkan Ratna mengklaim, lahan itu sebagai miliknya berdasarkan AJB Nomor 287 tahun 2002. Sehingga saat membebaskan lahan itu, Pemprov harus membayar lahan kepada dua pihak tersebut. (dew)

Kasus Pasar Induk Rawu

Usut PT SCRC, Polda Tunggu Persidangan PIR
Radar Banten Jumat, 25-April-2008


Kejati: Petunjuk Kejagung Dapat Dijadikan Dasar
Penyelidikan


SERANG – Untuk melakukan penyelidikan kembali terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan lingkar Pasar Induk Rau (PIR) senilai Rp 5 miliar, penyidik Polda Banten keukeuh pada sikapnya semula. Yakni, penyelidikan akan digelar kembali setelah dalam persidangan kasus tersebut dengan tersangka mantan Pjs Bupati Serang Ahmad Rivai dan mantan Sekda Serang Aman Sukarso memunculkan fakta dan bukti baru.
Hal tersebut ditegaskan Direktur Reserse dan Kriminal (Dir Reskrim) Polda Banten AKBP Agus Kurniadi Sutisna saat dihubungi Radar Banten, Kamis (24/4), menanggapi petunjuk Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam ekspose kasus tersebut oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Senin (21/4) lalu.

“Seperti sudah kami sampaikan (Radar Banten, 12/4/2008), hasil pemeriksaan kami sudah selesai (dengan penetapan dua tersangka mantan pejabat Pemkab Serang-red). Tapi kami akan melakukan penyelidikan atas kasus tersebut jika dalam sidang nanti muncul bukti-bukti baru yang mengarah pada pihak-pihak lain yang terkait,” katanya.
Termasuk pihak pemborong jalan lingkar PIR (PT Sinar Ciomas Raya Contractor/ SCRC)? “Ya, semua pihak yang terkait akan kami periksa jika dalam sidang nanti ada bukti baru,” tegas Agus yang dikonfirmasi saat akan berangkat ke Mabes Polri, Jakarta.

Terpisah, menyinggung kembali petunjuk Kejagung dalam ekspose atas kasus tersebut, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Banten Yunan Harjaka menerangkan, Kejagung menyarankan agar semua pihak terkait, termasuk PT Sinar Ciomas Raya Contractor (SCRC) sebagai pemborong, dan semua hal dalam proyek tersebut diperdalam dalam pemeriksaan.

“Antara lain dalam proses penerimaan uang oleh pemborong dan proses proyek itu dilaksanakan. Kejagung memberikan petunjuk agar pemeriksaan dipertajam itu, juga termasuk apakah proyek itu dikerjakan melalui proses tender atau tidak. Jika tidak, kenapa dikerjakan,” jelas Yunan.

Untuk itu, kata dia, penyidik Polda Banten dapat menjadikan petunjuk Kejagung saat menanggapi ekspose Keajti Banten tersebut sebagai acuan penyelidikan kasus tersebut digelar kembali. “Tapi ditambah pula dengan hasil persidangan jika menemukan adanya fakta dan bukti baru,” pungkas Yunan. (don)

Sidang KUT Dijaga Satgas PDI

Sidang Praperadilan Aris Turisnadi Dijaga Satgas PDIP
Jumat, 02-Mei-2008

PANDEGLANG – Sidang lanjutan gugatan praperadilan penahanan tersangka kasus korupsi Kredit Usaha Tani (KUT) Aris Turisnadi di Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang, Rabu (30/4), lain dari biasanya.

Tak hanya kerabat dan keluarga Wakil Ketua DPRD Pandeglang ini yang hadir, namun sejumlah kader dan satgas PDIP ikut menjaga jalannya persidangan di depan gedung PN.
Sidang dengan agenda mendengarkan jawaban termohon Kejaksaan Negeri Pandeglang, yang diwakili Ida Rodian, Fitri Aisyah, dan Zainunsyah, dipimpin hakim tunggal Ari Satio Prancoko. Menjawab gugatan Aris Turisnadi, termohon keukeuh bahwa penahanan tersangka yang merupakan Ketua Koperasi Tani Mandiri sudah sesuai prosedur.
“Penahanan tersangka tanggal 15 April 2008 dengan surat perintah nomor 380/0.6.12/Fd/04/2008 tidak melanggar aturan apa pun. Semuanya sesuai prosedur,” papar Ida Rodiah.
Dia menjelaskan, penahanan itu diperlukan karena perkara sudah lengkap dan dilimpahkan ke penuntutan. Selain itu, penyidik juga melakukan penahanan guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan seperti, melarikan diri dan merusak barang bukti.

Mendengar itu, HA Syari, pengacara Aris Turisnadi, meminta kepada hakim agar menolak jawaban termohon dan mengabulkan tuntutan pemohon.

Untuk mendukung permohonannya, pihak pemohon akan menghadirkan dua saksi pada sidang lanjutan yang rencananya akan digelar, Jumat (2/5) hari ini. “Ada dua saksi yang akan diajukan di hadapan hakim yakni, dari pihak keluarga. Karena penahanan itu juga tidak ada pemberitahuan kepada pihak keluarga,” papar HA Syari. (adj)

Sidang Kasus KUT

Jaksa dan Pengacara Aris Turisnadi Emosi
Sabtu, 03-Mei-2008


Sidang Praperadilan Penahanan Aris

PANDEGLANG – Sidang lanjutan praperadilan penahanan tersangka dugaan korupsi dana Kredit Usaha Tani (KUT) Aris Turisnadi di Pengadilan Negeri Pandeglang, Jumat (2/5), memanas. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fitri Aisyah yang memprotes keterangan sambil menuding-tuding saksi Sekretaris DPC PDIP Pandeglang Eri Suhaeri, membuat salah satu pengacara Aris Turisnadi, Syamsudin, naik darah dan menggebrak meja.
Awal sidang yang dipimpin hakim tunggal Ari Satio Prancoko itu menghadirkan dua saksi, yaitu Sekretaris DPC PDIP Pandeglang Eri Suhaeri dan istri Aris Turisnadi, Deden Caswati, berjalan normal. Namun ketika saksi Eri Suhaeri memberikan penilaian tentang prosedur penahanan Aris Turisnadi, cekcok antara JPU dengan pengacara pemohon gugatan praperadilan terjadi.
“Penahanan itu tidak sah. Seharusnya penahanan tersebut ada pemberitahuan terlebih dulu kepada pihak keluarga. Bahkan tak sepantasnya jaksa menahan Pak Aris,” kata Eri Suhaeri berpendapat.
Mendengar penjelasan itu, JPU Fitri Aisyah langsung protes sambil menunjuk ka arah muka Sekretaris DPC PDIP Pandeglang tersebut. “Anda bukan ahli hukum. Jadi tidak boleh bicara seperti itu,” tukas Fitri.
Protes JPU ternyata langsung membuat Syamsudin marah dan menggebrak meja. “Anda tidak boleh main tunjuk saja. Kamu masih anak kecil. Tolong Pak Hakim tertibkan sidang ini,” pinta Syamsudin dengan nada tinggi.
Suasana panas dalam persidangan gugatan praperadilan terhadap Kejari Pandeglang terjadi. Ketegangan antara kedua belah pihak yang beradu argumen atas kesaksian Sekretaris DPC PDIP Pandeglang itu tak berlangsung lama setelah keduanya mampu meredam emosi. Dan sidang kembali dilanjutkan dengan meminta keterangan Deden Caswati.
Kepada hakim, Deden Caswati mengakui jika pihaknya tidak menerima surat pemberitahuan penahanan Aris Turisnadi yang dilakukan jaksa pada Selasa (15/4) dari Kejari Pandeglang hingga, Kamis (17/4). “Tak ada satu pun jaksa yang memberikan kabar penahanan kepada saya,” katanya.
Menanggapi kesaksian itu, salah satu jaksa Kejari Pandeglang Ida Rodian membantah. Dia mengatakan, surat penahanan itu sudah diberikan melalui pengacara Aris Turisnadi, HA Syari Hoeyib dkk. “Kami sudah memberikan surat pemberitahuan penahanan kepada pengacara untuk diberikan kepada keluarga tersangka,” jelas Ida.
Setelah mendengarkan keterangan kedua saksi dan tanggapan dari pihak Kejari Pandeglang, hakim Ari Satio Prancoko memutuskan, sidang dilanjutkan Senin (5/5) pekan depan dengan agenda putusan. (adj.radarbanten)