Sekilas BCW

Banten Corruption Watch adalah gerakan anti korupsi di Propinsi Banten, didirikan tanggal 05 Oktober 2000, diresmikan 10 November 2000 (akta notaris:Subandiyah). Secara organisasi BCW telah dibubarkan untuk sementara waktu sejak tahun 2007 hingga terbentuk pengurus baru yang belum tersusun.Sebagai gantinya sejak tahun 2007 kegiatan sementara waktu adalah mendokumentasikan kliping dari berbagai sumber media dan membuat artikel menyoal kejahatan korupsi di Banten.

Tuesday, September 16, 2008

Kerugian Penerimaan Gas Rp 30 Triliun

Kerugian Penerimaan Gas Rp 30 Triliun
Senin, 15 September 2008

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengusut tuntas kerugian negara dari penerimaan gas periode 2001-2007 sebesar Rp 30 triliun. Perhitungan itu berdasarkan laporan penerimaan gas dari Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sejak 2001 hingga 2007.


Koordinator Pusat Data dan Analisis ICW Firdaus Ilyasmengungkapkan, ICW telah menghitung ulang laporan penerimaan gas yang dikeluarkan BP Migas. Berdasarkan lifting gas, kurs rupiah terhadap dolar AS, dan estimasi penerimaan negara, ICW menemukan indikasi kerugian negara sekitar Rp 30 triliun. "Keakuratan perhitungan tersebut bisa diperdebatkan, supaya ada kesamaan persepsi soal penerimaan negara tersebut," ujar dia kepada Investor Daily, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Sebagai perbandingan, total pendapatan gas pada 2007 mencapai Us$ 11,98 miliar. Dari total pendapatan gas itu, estimasi keuntungan pemerintah sekitar 65% dan kontraktor sekitar 35%.

Dengan kurs Rp 9.050 per dolar AS, seharusnya pemerintah memperolah sekitar Rp 70,31 triliun dari persentase keuntungan tersebut. Namun, menurut laporan BP Migas, penerimaan gas pada 2007 sekitar Rp 61,34 triliun. "Selisih penerimaan gas yang seharusnya diterima pemerintah sekitar Rp 9,16 tribun," ujar Firdaus.

Hal yang sama terjadi pada 2006. Total pendapatan gas pada 2006 mencapai US$ 9,91 miliar. Dengan harga kurs sekitar Rp 9.118, estimasi penerimaan pemerintah dari 65% keuntungan mencapai Rp 64,72 triliun. Namun, menurut Firdaus, BP Migas melaporkan keuntungan pemerintah hanya sekitar Rp 63,71 triliun. Selisih penerimaan gas yang seharusnya diterima pe-merintah sekitar Rp 1,01 triliun.

Sebelumnya, pemerintah akan merenegosiasi 30 kontrak ekspor gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) dari berbagai blok gas di Tanah Air.

Menurut Wakil Presiden M Jusuf Kalla, kontrak-kontrak itu berpotensi merugikan negara triliunan rupiah jika tetap berjalan. Pemerintah akan menjadikan negosiasi harga gas Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat, sebagai patokan untuk negosiasi di blok lain.

Selain Blok Tangguh, kontrak yang perlu dinegosiasi ulang adalah kontrak harga LNG dari Blok Natuna ke Thailand dan Korea Selatan. Di blok ini, pemerintah menjual LNG dengan harga di bawah US$ 3 per mile-mile britwh llwrmal unit (mmbtu).

Kontrak lain yang masuk daftar untuk dinegosiasi adalah ekspor gas dari Blok Senoro-Donggi, di perbatasan Sulawesi Tengah dan Tenggara. Harga jual gas blok itu US$ 9 per mmbtu karena lapangan Senoro jauh dari pipa distribusi ke Pulau Jawa.

Saat ini, produksi gas di Indo-nesia mencapai 8.400 million cubic feet per day (mmcfd). Namun, gas yang mengalir untuk kebutuhan domestik hanya 3.000 mmcfd. Sementara itu, sekitar 5.000 mmcfd sisanya diekspor dengan harga murah. Data Departemen ESDM memperlihatkan, total cadangan gas bumi Indonesia sekitar 182,5 triliun kaki kubik (trillion cubic feetltcf). Ini terdiri atas 94,78 tcf cadangan terbukti dan 87,73 tcf cadangan potensial dan dapat diproduksi dalam jangka waktu 64 tahun. Cadangan gas tersebut terkonsentrasi di Indonesia bagian barat.

Split Rendah

Firdaus mengungkapkan, perhitungan ICW menggunakan persentase pembagian keuntungan (split) terendah yang biasa dipakai pemerintah, yaitu 65% untuk bagian pemerintah dan 35% untuk bagian kontraktor. Namun, umumnya porsi keuntungan pada sebagian besar kontrak gas sekitar 70% untuk bagian pemerintah dan 30% untuk bagian kontraktor. "Jika pa-tokan persentase keuntungan tersebut dipakai, negara akan rugi yang lebih besar dari Rp 30 triliun," kata dia.

Sejak 2001, pengembalian biaya produksi (cost recovery) dari sektor gas terus meningkat. Besarnya biaya produksi yang harus dikembalikan negara bisa mencapai 25% dari total pendapatan kotor (gross revenue). Nilainya berkisar USS 1,7-3,6 miliar per tahun.

"Biaya produksi yang dikembalikan pemerintah tersebut cukup besar dan berpotensi mengurangi pendapatan negara. Seharusnya, BP Migas bisa menekan cost recovery tersebut," tambah dia.

Menurut Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, ICW bci um pernah memperlihatkan temuan selisih penerimaan gas itu kepada BP Migas. Namun, perbedaan perhitungan penerimaan gas tersebut bisa terjadi karena ICW menggunakan data dari pendapatan kotor (gross revenue) penerimaan gas. Artinya, perhitungan tersebut ber-dasarkan total setoran penjualan gas oleh kontraktor pada rekening 600.000 di Depkeu. Padahal, pemerintah masih harus mengembalikan bagian kontraktor dari hasil penjualan tersebut, sebelum masuk ke penerimaan negara.

Djoko menambahkan, selama ini hasil penjualan gas oleh kontraktor langsung disetor ke rekening 600.000 di Depkeu dan tidak melalui rekening antara di BP Migas. Dari setoran tersebut, Depkeu akan mengurangi setoran itu untuk melunasi kewajiban tertunggak, seperti pembayaran PBB, PPh kepada kontraktor.

Data penerimaan gas yang dilaporkan BP Migas sudah memperhitungkan pengurangan penerimaan gas Jari setoran penjualan, akibat pembayaran tersebut. "Selisih tersebut terjadi karena perbedaan cara perhitungan, duri pendapatan kotor atau pendapatan bersih," ujar Djoko kepada Investor Daily melalui telepon genggamnya, Sabtu (13/9).

Secara terpisah, Direktur Center for Petroleum and Energy Studies Kurtubi mengatakan, temuan ICW itu perlu ditindaklanjuti melalui investigasi KPK atau BPK. Selama ini. BP Migas tidak mempunyai mekanisme pengawasan internal. Sebagai badan hukum milik negara, BP Migas seharusnya memiliki Majelis Wali Amanat yang bertindak sebagai pengawas internal. "Karena itu, perlu ada badan independen seperti BPK atau KPK yang bertindak sebagai auditor, yang memeriksa dan mencermati setiap laporan yang dikeluarkan BP Migas," kata dia.

Kelemahan lain, menurut Kurtubi, BP Migas juga tidak memiliki pengawasan paling mutakhir (real time) soni pergerakan gas di lapangan. Laporan yang diajukan kontraktor tidak bisa dipercaya begitu saja. BP Migas [Hjrlu turun ke lapangan dan memonitor langsung inul asi gas dari satu titik distribusi ke titik distribusi yang lain. Pengetatan pengawasan itu dimaksud ugur negara tidak kecolongan di sektor produksi dan distribusi gas.

Menurut anggota Komisi VII DPR duri Fraksi PAN Alvin Lie, selama ini penerimaan gas tidakmasuk dalam APBN, sehingga sangat mungkin terjadi penyimpangan, baik volume gas maupun cost recovery. Sistem pengawasan penerimaan gas tersebut hanya bergantung pada laporan pemerintah. Namun, hingga kini pemerintah pun belum memiliki sistem pengawasan yang real time, menggunakan teknologi pengawasan yang unggul. Data produksi dan biaya produksi sangat bergantung pada sistem pelaporan manual oleh kontraktor.

"ICW perlu melaporkan temuan tersebut kepada DPR supaya ditindaklanjuti. DPR bisa meminta BPK mengusut tuntas temuan tersebut, karena indikasi kerugian negara sangat kuat terjadi," kata dia.

Menurut Firdaus, ICW sangat berharap BPK mengusut kembali temuan tersebut. BP Migas mesti mempertanggungjawabkan selisih penerimaan gas yang seharusnya diterima negara. ICW juga mengharapkan pemerintah membenahi sistem peog awusun produksi gas dengan teknologi real time. Pemerintah tidak bisa percaya begitu saja dari datu manual yang dilaporkan pihak kontraktor.

Sumber: Investor Daily Indonesia

DPD Laporkan Enam Kasus Korupsi Ke KPK

DPD Laporkan Enam Kasus Korupsi Ke KPK

4 Juli 2008 | 16:05 WIB

Jakarta (Berita) : Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Jumat [04/07], melaporkan enam dugaan korupsi di sejumlah daerah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Enam dugaan korupsi itu terjadi di empat daerah .Keenam kasus itu adalah penyimpangan penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin) di Kabupaten Tangerang, Banten, dengan perkiraan kerugian negara Rp10,71 miliar.

Kemudian , dugaan penyimpangan dana APBD Tahun Anggaran 2004 sampai 2007 untuk pembangunan Jalan Lingkar Selatan di Kabupaten Tangerang dengan perkiraan kerugian negara Rp28,76 miliar.


Selain itu, terdapat pula dugaan penyimpangan penyaluran belanja bantuan keuangan APBD 2006 sampai 2007 untuk kegiatan Persatuan Sepak Bola Gorontalo, Provinsi Gorontalo, sebesar Rp2,65 miliar serta dugaan penyimpangan penyaluran belanja bantuan keuangan APBD 2006 sampai 2007 kepada Hulodalangi Film Production untuk pembuatan sinetron sejarah Gorontalo sebesar Rp3,5 miliar.

Selain itu, dugaan penyimpangan dana bantuan korban konflik di Maluku dengan perkiraan kerugian negara Rp1,425 miliar, Terakhir adalah dugaan penyimpangan proyek outcourcing CMS PT PLN distribusi Jawa Timur dengan perkiraan kerugian negara Rp152,6 miliar.

Anggota DPD Marwan Batubara menyatakan, enam dugaan korupsi itu adalah sebagian dari sejumlah laporan dugaan korupsi yang diterima oleh DPD. Sejak tiga bulan terakhir, Tim Upaya Pemberantasan Korupsi DPD RI telah menerima 14 laporan dari masyarakat. “Namun, setelah diverifikasi, laporan yang dinilai memadai untuk ditindaklanjuti oleh KPK sebanyak enam kasus,” kata Marwan. DPD meminta KPK mengusut laporan tersebut, dan meningkatkan pengawasan penanganan sejumlah dugaan korupsi di daerah. (ant)Artikel dalam kategori : Nasional

Wednesday, September 3, 2008

FAM Tuntut Dibatalkannya Pengadaan Mobil Dinas Baru


Mahasiswa Sandera Mobil Dinas
Rabu, 29-Agustus-2007

Tuntut Dibatalkannya Pengadaan Mobil Dinas Baru

SERANG – Sikap ngotot pejabat Pemprov Banten untuk merealisasikan pengadaan mobil dinas mendapat reaksi keras mahasiswa.
Selasa (28/7), mahasiswa yang tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa (FAM) Untirta Serang, berunjuk rasa di depan Kampus Untirta, Jl Raya Serang-Jakarta, menuntut agar pengadaan mobil dinas bagi pejabat pemprov dan anggota DPRD Banten itu dibatalkan.
Aksi tersebut sempat diwarnai penghentian kendaraan berplat nomor merah yang melintas di ruang jalan yang menjadi lokasi aksi mereka.
Menurut para mahasiswa, pembelian mobil dinas yang akan menelan biaya Rp 10 miliar itu merupakan penghamburan dana.

Koordinator Dewan Presidium FAM Untirta Serang Satria Agung Pratama dalam orasinya mengatakan, Pemprov Banten semestinya bisa mengoptimalkan kendaraan dinas yang ada saat ini.

“Pengadaan mobil dinas harus dibatalkan. Semua itu hanya untuk memanjakan pejabat dan keluarganya saja. Padahal kinerja mereka (pejabat-red) masih jauh dari optimal,” ujar Satria.

Dadan Sumarna, peserta unjuk rasa lainnya mengatakan, pengadaan mobil dinas bukan persoalan yang mendesak, karena mobil dinas yang kini digunakan para pejabat Pemrov Banten masih layak digunakan. “Pemerintah mencoba menipu rakyat dengan kebijakan yang tidak konsisten. Sebab sebelumnya Pemprov Banten pernah menyatakan membatalkan rencana pembelian mobil dinas untuk pejabat. Namun ternyata hanya upaya mengelabui semata. Karena saat ini, dana untuk pengadaan mobil dinas yang dimaksud telah dianggarkan,” kata Dadan membacakan pernyataan tertulis yang mereka sebarkan kepada para pengguna jalan dan mahasiswa di sekitar kampus.

Di tengah orasi, tiba-tiba puluhan pengunjuk rasa langsung menuju jalan raya menghalangi laju mobil operasional milik Dispenda Provinsi Banten dengan nomor polisi A 8004 yang dikemudikan Abas. Bahkan, mahasiswa sempat menyandera mobil itu dan menaiki bagian atap mobil. Namun, atas kesigapan anggota kepolisian berpakaian preman, akhirnya mobil tersebut diperbolehkan meneruskan perjalanan.
Beberapa menit kemudian, beberapa pendemo pun sempat mengejar sebuah mobil dinas jenis Daihatsu Zebra bernomor polisi A 334. Seketika mobil itu langsung tancap gas, hingga tak terkejar para pengunjuk rasa. (day)

FAM Untirta GUGAT Kroni Orba

Banten Butuh Reformasi

Selasa, 26-Agustus-2008, 07:47:20

SERANG – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa (FAM) Untirta menggelar aksi di perempatan Ciceri, Serang, Senin (25/8).


Mereka mengimbau masyarakat untuk mewaspadai bangkitnya Orde Baru (Orba) di Banten.
“Salah satu ciri khas politik Orba adalah menempatkan sanak keluarga, kerabat, teman dekat, dan kroni-kroninya pada sektor-sektor strategis,” tandas Wirawan, koordinator lapangan.

Sektor-sektor strategis, lanjut dia, baik dalam struktur pemerintahan, ekonomi, maupun politik di Banten sudah mulai terkena virus penyakit Orba. “Mulai dari olahraga sampai calon legislatif dikuasai orang-orang dekat dan keluarga penguasa yang sedang berkuasa saat ini,” katanya.

Dimas Pradipta, salah satu orator mengatakan, masyarakat Banten butuh perubahan dan reformasi. “Selama ini, Banten hanya dikuasai oleh kerajaan-kerajaan kecil. Sangat disayangkan,” tandasnya.

FAM Untirta mendesak para pemimpin dan penguasa di kabupaten/kota dan Provinsi Banten untuk segera sadar bahwa amanah yang diembannya adalah dari rakyat bukan dari sanak keluarga, teman dekat, atau kroninya.Sumber : Radar Banten (mg-inna)