Sekilas BCW

Banten Corruption Watch adalah gerakan anti korupsi di Propinsi Banten, didirikan tanggal 05 Oktober 2000, diresmikan 10 November 2000 (akta notaris:Subandiyah). Secara organisasi BCW telah dibubarkan untuk sementara waktu sejak tahun 2007 hingga terbentuk pengurus baru yang belum tersusun.Sebagai gantinya sejak tahun 2007 kegiatan sementara waktu adalah mendokumentasikan kliping dari berbagai sumber media dan membuat artikel menyoal kejahatan korupsi di Banten.

Friday, March 27, 2009

Selewengkan Honor Guru Non-PNS Rp 1,1 M

Mantan Kasi Pekapontren Depag Pandeglang Dipenjara
Dituduh Selewengkan Honor Guru Non-PNS Rp 1,1 M

Jumat, 27-Maret-2009

PANDEGLANG – Mantan Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren (Pekapontren) Kantor Departemen Agama Pandeglang Abdul Gofur dijebloskan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Pandeglang, Rabu (25/3) sekira pukul 19.30 WIB.
Tim penyidik Kejaksaan Negeri Pandeglang menuduhnya telah menyelewengkan dana bantuan honor guru non-PNS tahun 2007 senilai Rp 1,1 miliar.
Selain Abdul Gofur, Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPPS) Pandeglang S Aripudin juga dipenjara karena diduga sebagai otak penyelewengan dana bantuan tersebut.

Eksekusi, sangat dramatis. Sebelum dibawa ke Rutan Pandeglang dengan mobil Toyota Kijang A 252 K, kedua tersangka sempat diperiksa selama 9 jam di ruang Pidana Khusus Kejari Pandeglang. Abdul Gofur dan S Aripudin diberondong puluhan pertanyaan yang menyangkut dugaan penyimpangan anggaran APBN tahun 2007 tersebut.
“Tidak ada hambatan ketika kami memeriksa keduanya. Semua rencana yang telah disusun berjalan lancar,” ujar Kasi Pidsus Zaenunsyah didampingi Kepala Tata Usaha Kejari
Pandeglang A Gozali kepada Radar Banten.

Pada tahun 2007, terangnya, Kantor Depag Pandeglang melalui Dipa Dirjen Pendidikan Islam mendapat bantuan honor guru non-PNS sebesar Rp 6.475.200.000. Dana ini diperuntukkan bagi 2.638 guru honor yang mengajar di 565 ponpes salafi.
Namun pada perjalanannya, bantuan guru untuk 217 ponpes diselewengkan. Pencairan uang yang seharusnya dilakukan oleh masing-masing pimpinan ponpes di kantor pos kecamatan masing-masing, justru diambil langsung di Kantor Pos Serang secara kolektif.

“Dari 217 ponpes yang dikolektif inilah awal munculnya masalah. Karena ada beberapa bantuan ponpes yang tidak disalurkan, hingga mengalami kerugian negara sebesar Rp 1,1 miliar,” kata Zaenunsyah seraya menyebut, berdasarkan aturan masing-masing guru per tahun mendapat Rp 2,4 juta.

Karena itu, lanjut dia, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Ancamannya, minimal 4 tahun penjara.
“Kami masih melakukan pengembangan. Karena tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru terkait dugaan penyelewengan bantuan guru honor non-PNS ini,” tandas Zaenunsyah. Sumber : Radar Banten (zis)

8 Terdakwa DP Dituntut Sama

8 Terdakwa DP Dituntut Sama
Radar Banten Jumat, 27-Maret-2009

SERANG – Delapan mantan anggota DPRD Banten periode 2001-2004 dituntut sama rata. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntutnya dengan hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan

Para terdakwa dana perumahan itu adalah Eli Soepriyadi, Encep Daden Ibrahim, Irsyad, James F Tangka, Rosyid, Tato Heryanto, Maman Prihatna, dan Yaya Sanusi. Mereka disidang di Pengadilan Negeri Serang, Rabu (25/3). Eli Soepriyadi, Encep Daden Ibrahim, Irsyad, James F Tangka, dan Rosyid disidang pertama. Tato Heryanto, Maman Prihatna, dan Yaya Sanusi menjalani sidang kedua.

Membacakan tuntutannya, JPU Heru Hamdani menilai, perbuatan terdakwa menerima dan menggunakan dana tak tersangka (DTT) senilai total Rp 14 miliar untuk DP adalah perbuatan secara bersama-sama menguntungkan diri sendiri dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sehingga merugikan keuangan negara. Pasalnya, DTT adalah dana darurat yang penggunaannya untuk menanggulangi bencana alam, bencana sosial atau keperluan masyarakat yang sifatnya mendesak.

Sehingga bila dana itu dipakai untuk keperluan perumahan bagi anggota DPRD Banten periode 2001-2004, masyarakat Banten kehilangan kesempatan untuk mendapatkan bantuan bila terkena musibah.

Menyoal kesaksian para terdakwa yang mengaku tak tahu penggunaan DTT untuk DP, menurut JPU, itu sama sekali tak masuk akal. Karena sesuai fungsi dan tugasnya, anggota DPRD tentu tahu mengenai APBD murni Banten tahun 2003 yang didalamnya tak ada pos untuk perumahan anggota DPRD Banten.

JPU pun meminta agar para terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Kami memohon agar para terdakwa dijatuhi hukuman penjara yang lamanya 1 tahun 6 bulan, denda 100 juta subsidair 3 bulan kurungan dan terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti yang besarannya sesuai dengan uang DP yang belum mereka kembalikan,” pinta JPU Rudi Rosady menambahkan.Sumber : Radar Banten (dew)