Sekilas BCW

Banten Corruption Watch adalah gerakan anti korupsi di Propinsi Banten, didirikan tanggal 05 Oktober 2000, diresmikan 10 November 2000 (akta notaris:Subandiyah). Secara organisasi BCW telah dibubarkan untuk sementara waktu sejak tahun 2007 hingga terbentuk pengurus baru yang belum tersusun.Sebagai gantinya sejak tahun 2007 kegiatan sementara waktu adalah mendokumentasikan kliping dari berbagai sumber media dan membuat artikel menyoal kejahatan korupsi di Banten.

Thursday, August 27, 2009

Empat Tersangka Pembunuh Nasrudin Dilimpahkan

Empat Tersangka Pembunuh Nasrudin Dilimpahkan

Radar Banten Selasa, 25-Agustus-2009,

SERANG – Menyusul lima eksekutor yang sudah terlebih dahulu disidang, empat tersangka dalam kasus pembunuhan terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen akan dilimpahkan ke Kejaksan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/8) hari ini.


Keempat tersangka itu adalah Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar, Sigid Haryo Wibisono, Williardi Wizard, dan Jeri Hermawan Lou.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kasi Pra Penuntutan Pidana Umum (Pidum) Kejati Banten Rahardjo Budi K yang juga menjadi salah satu jaksa dalam perkara tersebut pada Senin (24/8).
“Besok (hari ini-red), direncanakan para tersangka dalam kasus pembunuhan Nasrudin yaitu AA, SHW, WW, dan JHL (Antasari Azhar, Sigid Haryo Wibisono, Williardi Wizard, dan Jeri Hermawan Lou –red) akan dilimpahkan oleh penyidik dari Polda Metro Jaya ke Kejari Jakarta Selatan,” katanya.
Kelima eksekutor, Daniel Daen Sabon, Hendrikus Kia Walen, Heri Santosa, Fransiskus Tadon Kerans, dan Eduardus “Noe” Ndopo Mbete diinformasikan akan kembali disidang pada Rabu (26/8). (dew)

Kejari Rangkas Panggil PPDT, Terkait Dugaan Mark-Up Di KPU

Kejari Rangkas Panggil PPDT, Terkait Dugaan Mark-Up Di KPU
Koran Banten 13 Agustus 2009

Koran Banten LEBAK, Setelah pekan kemarin sempat mangkir, Petugas Pemutakhiran Data Tetap (PPDT) di tiga Kecamatan, yakni Kecamatan Rangkasbitung, Cibadak dan Cimarga, Kamis (13/8) akhirnya memenuhi panggilan tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Rangkasbitung. Mereka dimintai keterangan terkait kasus dugaan mark-up dana operasional bagi KPPS dan PPK di KPU Lebak sebesar Rp 8 miliar pada pemilu legislatif 2009 lalu.


“Kamis siang, tidak lebih empat orang PPDT di tiga Kecamatan memenuhi panggilan penyidik untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan mark-up di KPU,” terang Kejari Rangkasbitung, Rodiansyah, didampinggi Kasi Intel, E Sopyan, Kamis (13/8).

Dalam pembahasannya. Kajari, pada pemeriksaan ini, baik itu pihak KPPS, PPS, PPK mapun PPDT, tidak diperiksa secara keseluruhan atau hanya sebagian saja di beberapa Kecamatan. Alasanya, selain memakan waktu banyak pemeriksan ini juga hanya dijadikan sample.

“Saksi-saksi yang kami mintai keterangan hanya sebagian saja. Namun, apabila kami masih membutuhkan keterangan lebih lanjut, maka tidak menutup kemungkinan KPPS, PPS PPK, mapun PPDT di 28 Kecamatan lain juga akan kami panggil untuk dimintai keterangan,” imbuhnya

Dalam penjelasannya. Kajari mengatakan, sejauh ini pemeriksaan terhadap KPPS, PPS, PPK dan PPDT sudah diangap cukup untuk mencocokkan perbandingan yang ada, sehingga pihaknya pun akan mengembangkan penyelidikan ini dengan segera memeriksa pihak-pihak lain (KPU – Redd).

“Bahkan lebih lanjut, kami akan segera memeriksa anggota KPU Kabupaten Lebak. Bahkan, secara kontinyu kami pun sudah memintai keterangan pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di KPU,” katanya seraya mengatakan pihaknya sedang menyiapkan surat pemanggilan terhadap para anggota KPU tersebut.

Sementara menurut informasi, yang dihimpun Koranbanten.Com, sepanjang kamis ini pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan di KPU. Dalam pemeriksaan tersebut, BPK memeriksa kelengkapan logistik yang ada di Kabupaten Lebak.
(Yan Dahlan)

Terdakwa UPBJJ UT Serang Bantah Korupsi

Terdakwa UPBJJ UT Serang Bantah Korupsi
Rabu, 26-Agustus-2009

SERANG – Mantan Kepala UPBJJ UT Serang Supandi membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuding dirinya korup dengan menyunat honor tutor.
Kendati demikian, ia mengaku memotong dana transport tutor dengan alasan hasil pemotongan diberikan kembali ke tutor yang harus menempuh jarak jauh untuk bisa mengajar.“Kalau honor, kami tidak pernah melakukan pemotongan sama sekali, tapi kalau transport memang kami potong. Dana yang dipotong kami berikan juga ke tutor yang tempat mengajarnya jauh seperti di Bayah dan Malingping karena selain perjalanan, mereka juga harus menginap,” tukasnya saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi dana tutorial di UPBJJ UT Serang tahun 2007 di Pengadilan Negeri Serang, Selasa (25/8).


Lebih lanjut Supandi menyatakan, pemotongan dana transport itu dilakukan atas kesepakatan bersama dalam rapat koordinasi nasional (rakornas) UT.
Selain itu, Supandi balik menuding keterangan saksi-saksi sebelumnya hanya dia nilai hanya kesaksian karangan. Pasalnya, saat kasus mulai mencuat dan penyidik Polda Banten mulai memeriksa, staf-staf UPBJJ UT Serang yang diperiksa, kata Supandi, adalah staf yang tidak tahu administrasi.
“Apalagi data-data mengenai dana tutorial juga disita penyidik sehingga mereka diperiksa tanpa membawa data-data, jadi kesaksiannya juga ngarang-ngarang saja,” tukasnya.
Terkait tanah yang menurut surat dakwaan jaksa dibeli dari dana pemotongan honor dan transport tutor, Supandi juga membantahnya. Kata dia, tanah itu dibeli dari dana cadangan atau tup serta dari dana-dana lainnya yang dikumpulkan sedikit demi sedikit oleh pihak UPBJJ UT Serang.
Atas keterangannya itu, ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut, Syamsi, meminta Supandi menunjukkan bukti-bukti keterangannya.
Dalam sidang sebelumnya, Supandi juga mengajukan satu saksi ahli meringankan, yaitu
Firdaus yang berprofesi sebagai dosen di Fakultas Hukum Untirta.

Kata Firdaus, tindakan Supandi dilakukan karena tuntutan kerja pelayanan publik di bidang pendidikan yang sangat besar seiring dengan perubahan yang serba cepat sehingga terkadang harus dilakukan langkah yang tak biasa (ekstra ordinary).
Oleh karena itu, sekalipun perbuatan Supandi sebagai Kepala UPBJJ UT Serang sekaligus pejabat tata usaha negara berada di luar prosedur formal yang ditetapkan dalam peraturan perundangan, tetapi hal tersebut tetap dimungkinkan oleh suatu keadaan yang nyata demi tercapainya maksud substantif suatu kewenangan yang diberikan. (dew)

Sidang SUTT Dilanjutkan

Sidang SUTT Dilanjutkan
Rabu, 26-Agustus-2009,
SERANG – Harapan terdakwa perkara dugaan korupsi dana kompensasi saluran udara tegangan tinggi (SUTT) PLTU 1 Banten Yayan, Sekretaris Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, untuk menghirup udara bebas dan berkumpul dengan keluarga saat Ramadhan buyar.


Pasalnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Serang menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukumnya.Ditemui di ruangannya, Selasa (25/8), ketua majelis hakim yang menangani perkara tersebut Masrimal menyatakan, menolak eksepsi kuasa hukum terdakwa. Majelis hakim berpendapat, surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) sudah memenuhi syarat formil dan materil penyusunan surat dakwaan.

“Sidangnya sudah kami laksanakan kemarin. Karena eksepsi kuasa hukum terdakwa kami tolak, sidang selanjutnya akan beragendakan pemeriksaan saksi-saksi,” tukasnya.
JPU dalam perkara tersebut, Andri Saputra, ketika ditemui di PN Serang membenarkan keterangan Masrimal. “Saat ini kami sedang mempersiapkan panggilan terhadap sejumlah saksi yang akan didengar kesaksiannya pada sidang pekan depan,” tandasnya.

Sekadar mengingatkan, Yayan duduk di kursi terdakwa karena terjerat perkara dugaan korupsi dana kompensasi saluran udara tegangan tinggi (SUTT) PLTU 1 Banten di Desa Pasauran. Hal ini terjadi setelah Yayan dinilai menyunat dana kompensasi SUTT jalur Asahimas-Menes dari PT PLN (Persero) Pelayanan dan Pusat Pengatur Beban Jawa-Bali Regional Jakarta-Banten yang menjadi jatah 36 pemilik tanah dan tegakan di Desa Pasauran senilai Rp 493.945.750.

Ganti rugi sebanyak itu terdiri dari Rp 173.251.265 untuk ganti rugi tanah seluas 31.500 meter persegi, dan Rp 319.871.250 untuk pemilik tegakan berupa tanah dan bangunan. (dew)

Invoice Jaspel Dibuat Mantan Bendahara Subdin Hubla

Invoice Jaspel Dibuat Mantan Bendahara Subdin Hubla
Radar Banten Kamis, 27-Agustus-2009

SERANG – Mantan Kasi Lalu Lintas Angkutan Laut dan Kepelabuhan pada Subdin Perhubungan Laut (Hubla) Dishub Kota Cilegon Suhardi bersaksi bila bendaharawan penerima pada Subdin Hubla Hendrik Ramlen Tambunan pernah membuat dan menandatangani invoice atau surat tagihan jasa kepelabuhanan (jaspel) ketika dicopot dari jabatannya.


Suhardi dan Hendrik Ramlen Tambunan sama-sama menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dana dana pajak dan retribusi jaspel.
“Yang membuat dan menandatangani invoice bendahara, tapi itu atas perintah atasannya yaitu kepala Subdin Hubla karena bendahara yang baru yaitu Ferry belum lancar,” kata Suhardi sambil menunjuk Hendrik saat memberikan kesaksian dalam sidang perkara kasus tersebut dengan terdakwa Hendrik Ramlen Tambunan di Pengadilan Negeri Serang, Rabu (26/8).
Walaupun begitu, Suhardi mengaku tak tahu berapa jumlah dana jaspel yang mengalir melalui Hendrik karena atasan langsung Hendrik adalah kepala Subdin Hubla. Hendrik sendiri, menurut Suhardi, menjadi bendaharawan penerima di Subdin Hubla sampai tahun 2002 dan kemudian digantikan oleh Ferry.
Lebih lanjut, Suhardi mengakui bila ada dua rekening penampung jaspel di luar bank resmi yang ditunjuk, yaitu di Bank Mandiri, atas nama dirinya dan Atan Rahmat. Namun hal itu, menurutnya tak merugikan keuangan di kas daerah Pemkot Cilegon karena pihaknya tetap menyetorkan dana jaspel yang sempat diendapkan di Bank Mandiri ke Bank BNI 46 yang menjadi bank resmi penampung jaspel.
“Dana di Bank Mandiri itu hanya lewat saja karena yang resmi kemudian tetap disetorkan ke Bank BNI dan selisihnya beberapa persen disisakan di Bank Mandiri. Itupun untuk keperluan operasional kantor seperti perbaikan gedung, pasang AC dll,” katanya.
Pengambilan pajak tambat itu atas perintah Haryoto dan komitmen agen kapal PT Krakatau Bandar Samudra (KBS). (dew)

Asdep Hutbun Terlibat Korupsi Rp 4,8 M

Asdep Hutbun Terlibat Korupsi Rp 4,8 M
Kamis, 27-Agustus-2009

SERANG – Asisten Deputi Kehutanan dan Perkebunan (Asdep Hutbun) pada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Ramal Sihombing, menjalani pemeriksaan lanjutan di Satuan III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Banten, kemarin (26/8).
Dia dijadikan tersangka lantaran terlibat dalam kasus korupsi dana penguatan modal untuk Koperasi Harapan Maju senilai Rp 4,8 miliar pada 2004.

Penyidik menetapkan status hukum tersebut mengingat kewenangan dan tanggung jawab Ramal Sihombing dalam pengucuran dana bantuan dari Kementerian Koperasi dan UKM tersebut. Saat itu, dia menjadi Kasi Aneka Usaha pada Deputi Ketenagalistrikan dan Aneka Usaha Kementerian Koperasi dan UKM yang bertugas meneliti dan menyurvei koperasi penerima bantuan.


Pemeriksaannya sebagai tersangka berlangsung lama. Ramal Sihombing dan seorang pengacaranya yang datang sekira pukul 09.00 menjalani pemeriksaan hingga pukul 18.00. Pemeriksaan ini merupakan lanjutan pemeriksaan yang dilakoninya pada Selasa (25/8).

“Selasa kemarin dia sudah diperiksa, tapi belum selesai sampai jam 7 malam. Hari ini (kemarin-red), dilanjutkan hingga jam 6 sore. Dan masih akan dilanjutkan besok (hari ini-red) karena belum selesai,” kata Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Krisnandi, Kasat III Tipikor Polda Banten, tadi malam.

Hasil sementara pemeriksaan dalam kasus yang ditangani Sat III Tipikor sejak empat bulan lalu itu mengindikasikan bahwa Ramal Sihombing turut bertanggung jawab dalam pencairan dana bantuan penguatan modal untuk Koperasi Harapan Maju yang diketahui fiktif tersebut.

Krisnandi menerangkan, tersangka diduga tidak melakukan tugasnya sesuai prosedur. Pasalnya, Seksi Aneka Usaha bertugas meneliti dokumen dan proposal hingga melakukan survei terhadap koperasi Harapan Maju.
“Dari hasil tugasnya itu kemudian dilaporkan ke Menteri Koperasi dan UKM sehingga dana bantuan dapat diberikan kepada koperasi yang layak. Bagaimana Koperasi Harapan

Maju yang fiktif itu bisa menerima bantuan,” tukas Krisnandi.
Dugaan penyidik cukup mendasar. Saat survei dilakukan, Ramal Sihombing dan Asdep Ketenagalistrikan dan Aneka Usaha (Asdep Lisau) saat itu, Saputra, mendatangi kantor Koperasi Harapan Maju yang terletak di ruas Jalan Bhayangkara di Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang. Padahal dalam proposal yang diajukan, koperasi tersebut terletak di Desa Keboncau, Kecamatan Pamarayan, Kabupaten Serang.
Berdasarkan keterangan saksi dan tersangka lain, survei itu ternyata dilakukan pada Oktober 2004. Namun, penetapan Koperasi Harapan Maju sebagai penerima bantuan sudah dilakukan pada Agustus 2004.

“Ramal Sihombing tidak mengakuinya. Dia mengatakan kalau survei dilakukan pada Juni 2004, tapi dia tidak bisa menunjukkan buktinya,” tandas Krisnandi.
Di sela pemeriksaan, Ramal Sihombing enggan memberikan komentar. Dia tidak mengindahkan pertanyaan wartawan. Saat kamera diarahkan ke wajahnya, dia sedikit emosi. “Siapa yang mengizinkan kamu,” katanya. (don)

Empat Terdakwa DP segera Dieksekusi

Empat Terdakwa DP segera Dieksekusi
Rabu, 26-Agustus-2009
SERANG – Empat mantan anggota DPRD Banten periode 2001-2004 bakal tak menikmati Lebaran bersama keluarganya. Mereka adalah Riril Suhartinah, Jhon R Maulana, Zaenal Novani, dan Achdi Samlani yang menjadi terdakwa kasus korupsi dana perumahan (DP).

Hal itu menyusul Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang telah menerima petikan putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) Nomor 811.K/Pid Sus/2007 tertanggal 24 September 2007 pada pekan kemarin. Isi petikan tersebut mengabulkan kasasi jaksa.
Atas dikabulkannya kasasi jaksa, keempat wakil rakyat itu akan segera dieksekusi.
Sementara terdakwa Iwan Rosadi tak akan dieksekusi karena saat ini sudah menjalani hukuman di Rutan Serang. Kendati demikian, dikonfirmasi pada Selasa (25/8) salah seorang kuasa hukum Iwan Rosadi Cs yaitu Gusti Endra mengaku belum menerima petikan putusan kasasi itu. Walaupun, pengacara asli Minang itu mengaku sudah mendengar mengenai putusan MA atas perkara kliennya.
“Tapi sampai saat ini, kami belum menerima petikan surat putusan, maupun berkas putusan yang lengkap,” katanya.
Sementara itu, Kasi Upaya Hukum dan Eksekusi (UHeksi) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten Sukoco yang ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Serang menyatakan hal yang sama.
“Berdasarkan informasi yang kami dapat, surat itu baru sampai ke Kejari Serang. Itupun belum berkas putusan secara lengkap dan hanya berupa petikan putusannya saja,” kata Sukoco.
Oleh karena itu, lanjutnya, proses eksekusi akan dilakukan begitu berkas putusan diterima secara lengkap oleh pihak Kejari Serang sebagai pihak yang berwenang melakukan eksekusi.
“Eksekusi segera dilakukan setelah putusan lengkap diterima pihak Kejari,” kata Sukoco seraya menambahkan, bilamana empat terdakwa dengan niat baik menyerahkan diri ke Kejari Serang, maka pihaknya tak akan melakukan pemanggilan paksa dalam proses eksekusi.
Berdasarkan catatan Radar Banten, Iwan Rosadi Cs dijerat dalam kasus korupsi DP karena menerima dana sebesar Rp 130 juta hingga Rp 175 juta yang berasal dari dana tak tersangka (DTT) TA 2003 yang semestinya diperuntukkan bagi kegiatan yang bersifat darurat seperti penanganan bencana.
Dalam proses persidangan di PN Serang, Iwan Rosadi Cs berhasil lolos dari jeratan hukum karena majelis hakim membebaskannya. Namun mereka tak bisa lolos karena majelis hakim MA menyatakan sependapat dengan jaksa dalam kasasinya yang menilai perbuatan itu melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (dew)