Sekilas BCW

Banten Corruption Watch adalah gerakan anti korupsi di Propinsi Banten, didirikan tanggal 05 Oktober 2000, diresmikan 10 November 2000 (akta notaris:Subandiyah). Secara organisasi BCW telah dibubarkan untuk sementara waktu sejak tahun 2007 hingga terbentuk pengurus baru yang belum tersusun.Sebagai gantinya sejak tahun 2007 kegiatan sementara waktu adalah mendokumentasikan kliping dari berbagai sumber media dan membuat artikel menyoal kejahatan korupsi di Banten.

Saturday, October 3, 2009

Skandal Bank Century

Secara mengejutkan terungkap bahwa Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menambah modal Bank Century hingga Rp. 6,76 triliun. Penambahan modal ini merupakan konsekuensi dari pengambilalihan Bank Century oleh LPS menyusul kolapsnya bank ini. Kebijakan ini sebetulnya bukan hanya mengambilalih bank, akan tetapi juga menjamin seluruh simpanan nasabah. Termasuk simpanan yang besarnya lebih dari Rp. 2 miliar. Kebijakan ini ditengarai kental dengan dugaan persekongkolan dengan pengambil kebijakan ataupun penegak hukum. Kasus ini patut dibongkar. Penanganan dugaan korupsi oleh KPK dinilai paling tepat. Hal ini, dilatarbelakangi kegagalan proses hukum mega skandal BLBI oleh Kepolisian dan Kejaksaan.

Berikut release ICW.

Press Release ICW
No: /PR/ICW/VIII/2009

KPK dan BPK Perlu Ungkap Skandal Bank Century

Secara mengejutkan terungkap bahwa Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menambah modal Bank Century hingga Rp. 6,76 triliun. Penambahan modal ini merupakan konsekuensi dari pengambilalihan Bank Century oleh LPS menyusul kolapsnya bank ini. Kebijakan ini sebetulnya bukan hanya mengambilalih bank, akan tetapi juga menjamin seluruh simpanan nasabah. Termasuk simpanan yang besarnya lebih dari Rp. 2 miliar.

Kebijakan pengambilalihan ini dipertanyakan karena Pertama, tidak ada situasi yang membenarkan penyelamatan ini merupakan bagian dari kebijakan sistemik Bank Indonesia menghadapi krisis finansial global. Tidak ada ancaman rush atau penarikan dana secara tiba-tiba di perbankan Indonesia. Bank Century juga bukan bank retail yang memiliki banyak nasabah dan kantor cabang.

Kedua, dana yang dihimpun oleh Bank Century ternyata sebagian diinvestasikan ke surat-surat berharga yang tidak ada nilainya alias asetnya bodong. Dengan demikian, sejak awal bisa diperkirakan bahwa LPS pasti akan merugi karena suntikan dana untuk penyehatan perbankan tidak akan sebanding dengan aset yang diambil laih.

Kebijakan penyelamatan Bank Century lagi-lagi negara menjadi pemadam kebakaran yang ditimbulkan dari beragam bentuk dugaan penyelewenangan dan fraud di perbankan. Tanpa pengawasan, dana APBN yang dikumpulkan dari para pembayar pajak akan dipergunakan untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh praktek korupsi.

Kasus ini bukan yang pertama karena sudah ada preseden kasus skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga sekarang utang BLBI harus dibayar oleh negara melalui uang pembayar pajak. Bukan tidak mungkin, Skandal Bank Century bisa menjadi BLBI Jilid II bila kemudian LPS meminta dana dari negara karena hutang pemilik bank kepada nasabah ditanggung oleh negara.

Persolan lainnya, proses penyehatan Bank Century dilakukan secara tertutup. Belum ada informasi daftar nasabah yang dijamin menggunakan dana dari LPS. Ketertutupan ini akhirnya dapat memicu praktek korupsi dalam pencairan dana nasabah. Salah satu kasus yang sempat mengemuka di publik terkait dengan salah seorang petinggi Mabes POLRI, yakni dalam pencaiaran dana PT. LSB. Hal itu menunjukkan bagaimana korupsi rawan terjadi dalam kasus ini.

Laporan keuangan Bank Century yang berada di bawah pengawasan LPS menunjukkan selama 6 bulan di tahun 2009 terjadi penurunan kewajiban terhadap nasabah dalam bentuk giro dan deposito, dari Rp. 10,8 triliun pada Desember 2008 menjadi Rp. 5,1 triliun pada Juni 2009. Diduga selama 6 bulan tersebut terjadi penarikan dana nasabah dalam jumlah besar. Tidak ada informasi kepada publik padahal penarikan dana dalam jumlah besar ini berpotensi merugikan negara.

Segala persoalan Bank Century, tentu sangat mungkin mengakibatkan kerugian negara yang cukup besar. Domain LPS dan kebijakan Pemerintah untuk penyelamatan Bank Century tentu perlu diungkap lebih dalam. Sesuai dengan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945, Institusi yang kapabel untuk melakukan pemeriksaan tentu saja adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Harapannya, akan dapat diketahui dengan lebih jernih, dimana saja Fraud terjadi, dan aturan apa saja yang dilanggar.

Jika terdapat indikasi korupsi, kami berpandangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga yang paling dapat dipercaya menangani kasus ini. Apalagi, nilai strategis kebijakan keuangan dan dugaan persekongkolan dengan pengambil kebijakan ataupun penegak hukum merupakan akar masalah yang patut dibongkar. Penanganan dugaan korupsi oleh KPK dinilai paling tepat. Hal ini, dilatarbelakangi kegagalan proses hukum mega skandal BLBI oleh Kepolisian dan Kejaksaan.

Oleh karena itu, ICW menyatakan sikap

1. Mendukung langkah audit yang dilakukan oleh BPK, terutama untuk menilai secara objektif kebijakan pemerintah dalam penyelamatan perbankan;
2. Mendorong transparansi kebijakan pemerintah karena dalam kasus ini pemerintah akan mengeluarkan dana dari APBN (dana pembayar pajak). Ini sudah memasuki wilayah publik sehingga pemerintah harus transparan, siapa sebenarnya pemilik simpanan di Bank Century. Transparansi tentang informasi nasabah juga sangat penting karena praktek korupsi diduga telah terjadi dalam kasus pencairan dana nasabah. Beberapa waktu lalu, seorang petinggi Mabes Polri diduga terlibat kasus korupsi. Oleh karena itu;
3. Mendorong penegakan hukum oleh KPK bila ditemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi, termasuk korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum.

Jakarta, 1 September 2009
Indonesia Corruption Watch
Sumber

No comments:

Post a Comment