Sekilas BCW

Banten Corruption Watch adalah gerakan anti korupsi di Propinsi Banten, didirikan tanggal 05 Oktober 2000, diresmikan 10 November 2000 (akta notaris:Subandiyah). Secara organisasi BCW telah dibubarkan untuk sementara waktu sejak tahun 2007 hingga terbentuk pengurus baru yang belum tersusun.Sebagai gantinya sejak tahun 2007 kegiatan sementara waktu adalah mendokumentasikan kliping dari berbagai sumber media dan membuat artikel menyoal kejahatan korupsi di Banten.

Thursday, March 27, 2008

Kembali Ke Desa

Fisip Untirta kembali menggelar acara Diskusi Bulanan dengan Tema Sentral Komunikasi dan Perubahan Sosial (rencananya akan dibukukan dari kumpulan artikel terebut). Menjadi pembicara berdua dengan Neka Fitriah (Demokratisasi Komunikasi) dengan tema berbeda tetapi saling berkaitan dan sinergis.

Tema yang diusung sudah cukup lama menjadi bahan pemikiran sejak 1998-2006, diblog ini juga ada yaitu ; Partisipasi Rakyat Kuat DiAkar Rumput-Studi Kritis Membangun Civil Society di Desa dan Kelurahan, pernah diterbitkan di Majalah Menara Banten pada tahun 2006.

Karena tema ini berkaitan dengan komunikasi sosial dan perubahan sosial hanya sarana pemancing saja untuk kegiatan Program Fisip yang akan dilakukan yaitu membentuk Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) program depkominfo yang terdiri dari kelompok formal dan non formal; Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), Pos Yandu, Pos Bindu, PKK, Kelompok Industri Masyarakat,PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), kepemudaan, maka terpaksa kembali dimunculkan sekaligus mengingatkan bahwa wilayah masyarakat pedesaan sangat urgen untuk diberdayakan kembali.

DiBanten menurut rekan saya Gandung Ismanto, kelompok masyarakat pedesaan berdasarkan data statistik hanya 15 % mengenyam pendidikan tinggi , 70% buta huruf, 79% masuk kategori desa berkembang dan 80% desa tertinggal (desa maju biasanya masuk kategori kelurahan diwilayah perkotaan. red).80 % desa tertinggal di Propinsi Banten terbanyak ada di daerah Pandeglang dan Lebak.

Mengenai program JPS (Jaring Pengaman Sosial) pada tahun 1999-2000 yang dianggap bermasalah dalam makalah saya tidak seluruhnya gagal atau kurang maksimal hanya program tertentu yang dianggap kurang berhasil. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta termasuk yang sangat berhasil. Kelompok pengrajin mebel khas Jepara berhasil memiliki assetnya kembali bersaing dengan investor dari luarnegeri , begitupula masyarakat miskin daerahYogyakarta.

Hal ini disebabkan kohesifitas (kekuatan) keguyuban gotong royong masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta dari strata atas hingga bawah, aparat birokrasi pemerintahan hingga wong cilik sangat luarbiasa, sehingga program JPS dianggap berhasil. Yang lebih hebat lagi antar desa terkoneksi melalui jaringan internet.

Mengenai peran dari demokratisasi komunikasi yang disuguhkan Neka Fitriah dibutuhkan peran dan syarat utama yang sangat fundamental bagi masyarakat awam. Karena pada wilayah masyarakat bawah berada dalam posisi marginal belum melek informasi (pra informasional-Sistem Informasi Manaj. red) dan belum dapat mengakses informasi.

Relasi Sosial yang Tertindas
Berbagai kasus dimasa lalu hingga kini yang saya dan sdr Gandung Ismanto amati juga kurang lebih sama. Bagaimana masyarakat bawah mudah sekali dibohongi dan dibodohi.

Contoh kecil kepala desa yang bersikap seperti calo tanah, sertifikat tanah diambil dan dijadikan jaminan agar aman'(tanda petik, nyatanya malah dijual kepada pihak investor pengembang misalnya, bahkan lebih parah lagi tanah bengkok dijual, kasus pengumpulan KTP petani untuk koperasi fiktif kasus KUT dll red).

Dengan begitu nyata bahwa rekayasa paling mudah dilakukan elit-elit desa dan kota, begitupula akses dan pamanfaatan informasi dibawah kendali komunikasi dan kekuasaan yang sangat cenderung sentralistik.

The End Of Empowerment Society
Jika dalam buku Komunikasi Sosial Pembangunan karya Zulkarimen Nasution adalah teknis penyuluhan (top down) dengan hasil akhir adalah sosialiasi (sangat berhasil dimasa Orde Baru cth. kelompencapir, pos yandu, pkk dll), maka sesungguhnya terasa ada yang kurang dari kajian teori tersebut adalah pelatihan dan partisipasi yang tumbuh dan akhirnya berdaya dari bawah sebagai hasil akhir program/proyek pemberdayaan masyarakat oleh berbagai pihak, LSM, dunia kampus dan unsur lainnya.

Prof. Dedy Jamaluddin pakar komunikasi dan Prof Kusnaka dari Unpad, DR. Hari Hikmat, DR. Rizal Jayadi, serta Rektor UI Prof. Gumelar sebagai narasumber dalam melihat perspektif teori dan praksis partisipasi masyarakat bawah ini, dapat dijadikan rujukan untuk kita dari berbagai literatur dan makalah karya mereka yang sangat menguatkan peran dan posisi kedaulatan rakyat tersebut.

Mengenai Musyawarah Desa dan Kelurahan mengenai Program/ Proyek Pembangunan, saya melihat juklak/ jeknis sudah ada tertuang dalam tiap dinas di Propinsi Banten, tetapi kenyataan inilah yang kadangkala mengapa program/proyek pembangunan terdapat penyimpangan anggaran, kegagalan program dan tujuan akhir.

Subsidi fresh money dari pemerintah di daerah Pontang misalnya meskipun Bupati Serang Taufik Nuriman telah mengeluarkan Intruksi Bupati (Inbup) untuk melakukan Musyawarah Desa dengar pendapat program/proyek, ternyata itu tidak dijalankan sama sekali oleh aparat desa.

Di daerah Pontang ini sudah sering terjadi gejolak kasus aksi massa rakyat yang turun ke jalan. Kasus Kepala Desa dan BPD (Parlemen Desa) yang berpihak pada perusahaan penambangan pasir laut didaerah tenajar lor, tidak berpihak pada umumnya rakyat yang sebagian besar adalah nelayan ternyata sangat memprihatinkan.

Begitupula kasus oknum pejabat kecamatan dan kabupaten di sebuah desa di Tangerang dibongkar oleh LSM Peduli Masyarakat dalam menyalurkan raskin (beras miskin) terdapat kekurangan yang sangat besar.

Ini yang baru terungkap melalui media massa yang saya tangkap belum kasus besar lainnya di wilayah rakyat tersebut (lihat Kasus KUT diputihkan, dll)

Dengan demikian dalam posisi tersebut saya menyimpulkan bahwa, instrumen dalam menegakan Visi Kedaulatan Rakyat Madani tersebut mestilah ditopang oleh 3 hal pokok yaitu :

1. Musyawarah Desa (dengar pendapat minimal 3 x) Program / Proyek Pembangunan yang terdiri dari ; Pra, Pelaksanaan, Evaluasi terakhir) tertuang dalam juklak / juknis dinas, amdalsos, ini harus diperkuat kembali. Apakah diatur oleh Perda, Perbup/Inbup/ Perkot hingga Perdes. Terserah !!!
2. Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan Desa) tertuang dalam UU 32/ 2004 Pemerintahan Daerah, permendagri 13, UU 25 Perencanaan Pembangunan Nasional, ini juga sangat penting untuk diberdayakan, banyak sekali desa yang kurang mengerti dan tidak melaksanakan atau tidak mendapat prioritas utama padahal ada pula yang sangat membutuhkan.
3. Evaluasi Tiap Dinas dengan program/proyek yang berkaitan dan bersentuhan langsung dengan rakyat bawah. Karena pola paternalistik dan birokrasi yang menghambat menjadi faktor kendala, untuk itu perlu transparansi dan akuntabilitas dari sebuah pemerintahan untuk tetap konsisten melayani masyarakat bawah (lihat dan baca : Hak Informasi Publik/e - government dan lain sebagainya untuk melakukan cross chek dan evaluasi program/proyek tiap dinas)

Mengenai pokja KIM (Kelompok Informasi Masyarakat) jujur saya masih meraba (masih terlibat diskusi serius dengan rekan saya Agus Syafari)dan sangat potensial sekali jika ini dapat diberdayakan yaitu sebagai :

1. Pusat data dan informasi
2. Media informasi dan komunikasi masyarakat
3. Riungan warga kampung


Metode untuk memberdayakan tersebut yaitu dengan cara penyuluhan dan pelatihan untuk membangkitkan partisipasi masyarakat hingga berdaya dan mandiri.

Tetapi banyaknya penyuluhan belum tentu menghasilkan sosialisasi yang permanen menjadi sistem nilai dan pola kebiasaan serta tradisi masyarakat (sistem budaya dan sosial. red). Pertanyaan ini cukup mengagetkan saya.

Saya juga melihat betapa banyaknya program yang digelar oleh dunia kampus dari KKN mahasiswa hingga program pengabdian para dosen dengan karyanya lebih bersifat sementara bahkan hanya insidental sesaat. Bubar setelah acara berakhir dan paling bertahan hanya 6 bulan.

Pertanyaan ini dilontarkan oleh rekan saya Rahmi Winarsih dengan sangat cerdas sayangnya acara sudah berakhir.

Saya merenung diluar kenapa gagal ? ah ternyata mudah tetapi sangat berat, yaitu menghidupkan kembali hukum adat dan sangsi sosial ditengah masyarakat. Saya kebetulan mendapat ilham justru karena libur tidak mengajar ilmu tersebut.

Semoga ini berhasil dilakukan oleh para akademisi dan masyarakat ketika menggelorakan semangat pembangunan di desa, bukan hanya pada saat acara tetapi setelah acara berakhir.

Sedangkan Pendidikan dan Pelatihan, saya pikir ini sangat penting sekali untuk menambah skill (keahlian) dan pengetahuan masyarakat. Dunia kampus sebagai representasi gudangnya ilmu ini perlu diimplementasikan pada masyarakat.

Untuk pokja KIM (Kelompok / Komunitas Informasi Masyarakat) yaitu sebagai ;

A. Pusat data dan informasi, masyarakat harus melek informasi dan tidak gagap teknologi.

1. Pelatihan komputer dan internet ini sangat penting. Database tentang administrasi dan dokumentasi sejarah desa tertata rapih, bahkan dapat launching dengan membuat blog atau situs untuk melihat peluang usaha dari dunia internet misalnya.
2. Fasilitas Taman Bacaan (perpustakaan) Desa (jika tidak salah APBD Banten telah menganggarkan ini cukup besar untuk tiap desa ???)
3. Bantuan konsultasi dan penyuluhan dari berbagai pihak (pemerintah, kampus, lsm dll) untuk mendapatkan sumber informasi yang dapat memberdayakan masyarakat.
4. Diskusi rutin intensif dilakukan misalnya dengan FGD (Forum Group Discussition) dan teknik Pemetaan Desa model PRA-Participation Rural Apraisal dari setiap masing-masing kelompok informal dan formal masyarakat sebagai data primer dan kajian kebutuhan masyarakat (rekan saya yang satu lagi sdr. Kandung Ketua Pelaksana Acara Diskusi Bulanan sangat meminati sekali teknik ini).

B. Media Informasi dan Komunikasi Masyarakat
Media informasi dan komunikasi masyarakat desa cukup banyak yang dapat diaplikasikan diantaranya yaitu sbb.:

1. Mading (majalah dinding)
2. Buletin terbit berkala
3. Radio komunitas warga
4. Cybernet (internet)

C. Riungan Warga Kampung

Dilakukan berdasarkan mekanisme kebutuhan ketika organisasi formal atau non formal menggelar acara bersama atau sangat urgent dan mendesak untuk dilakukan riungan warga karena ada acara yang akan dilakukan.

Disini peran dari pokja KIM (Komunitas Informasi Masyarakat) diakomodir oleh seorang sekretaris desa atau dapat juga yang terpilih melalui pemilihan demokratis dari semua kelompok formal dan non formal tersebut, bertindak sebagai seorang administrator mencatat setiap kegiatan tersebut.

Riungan warga saya pikir sudah seringkali menjadi bagian dari local genius kita disitulah adanya nuansa solidaritas ikatan emosional yang sama menggurat tajam bagai naga dan mengurai sangat indah bagian dari keakraban kampung kita, dan dapat mengurai benang kusut setiap masalah warga dengan modal sosial (social capital) yang ada dan tersedia baik dari dalam maupun dari luar (CSR, dll).

Terakhir sebagai penutup dan resume diskusi bulanan Fisip Untirta ini, saya pikir kembali pada kita semua baik para pemrakarsa, penggiat, maupun masyarakat itu sendiri, bagaimana terciptanya partisipasi tersebut dapat menghasilkan rakyat madani dan berdaulat penuh. Semoga


Serang. 26 Maret 2008

Teguh Iman Prasetya

Saturday, March 15, 2008

Korupsi Banten

Sebetulnya apa yang telah terjadi di Banten masih banyak yang belum terungkap oleh BPK RI Jakarta, bahkan masih mengendap di bawah karpet mewah, tentang praktek korupsi yang sesunguhnya sangat besar. Data BPK RI lebih cenderung pada penyimpangan anggaran seperti mark up (harga terlalu mahal) dan kesalahan adminstrasi.

Bukan itu saja, banyak kasus yang hingga saat ini belum selesai dituntaskan apalagi menyangkut tokoh elit feodal-kapitalisme lokal semodel Dinasti H. Hasan Sochib.

Penetrasi dan tekanan terhadap pejabat birokrasi (halus terselubung maupun ancaman) dalam melakukan manuver dan praktek monopoli proyek serta korupsi dilakukan sangat lihai, canggih, dan melibatkan banyak orang juga melanggar hukum (Keppres 80/2003 dan 61/2004). Tidak ada satupun yang berani untuk mencegah dan mengganjal langkahnya.

Bahkan pernah suatu ketika dimasa lalu, balik menuduh dan mengancam parlemen pada tanggal 18 Agustus 2006 (Hari Kemerdekaan) , sehubungan dengan pertanyaan proyek pembangunan jalan raya lebak-sukabumi bantuan dari Bank Dunia, dll. Padahal hak bertanya (interpelasi) dan hak angket adalah sah dijamin undang-undang milik parlemen sebagai fungsi pengawasan terhadap jalannya roda program pembangunan.

Rumor lainnya tentang asosiasi pengusaha atas perintah sebagai Ketua Kadin dan Jawara Banten memalak kepada pengusaha dan tiap dinas sebesar 10 % hingga 30 % (data PSK UGM 2006) untuk mendapatkan proyek.

Jadi, bagaimana pembangunan Banten akan sesuai dengan mutu kualitas yang terbaik, jika pada tahap awal saja biaya pembangunan sudah dikorupsi.

Tindak Lanjut BPK atas APBD 2003 - 2007

BPK rencana akan menuntut jalur hukum kepada SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) bila batas waktu yang diberikan guna menyelesaikan temuan Laporan hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan APBD Banten, tidak diindahkan.

Upaya hukum ini akan ditempuh untuk memberikan sangsi pidana atau perdata sesuai UU No. 15 / 2006 tentang BPK. "Sangsi itu akan diberikan kepada pegawai seperti yang ada dalam saran BPK, misalnya dalam saran itu, Gubernur Banten harus segera memberikan teguran kepada kepala dinas pertambangan, karena ada salah satu pekerjaan yang tidak sesuai. Maka yang terkena adalah dinas bersangkutan yang disampaikan langsung oleh gubernur., " kata humas BPK Chriss Kuntadi SE, saat dihubungi Tangerang Tribun kemarin.

Pernyataan ini Chriss ini terkait dengan belum rampungnya LHP BPK untuk pemeriksaan APBD 2003-2006, terdapat potensi kerugian Rp. 16,196 milyard dan belum dikembalikan pada kas negara.

Dalam LHP BPK untuk pemeriksaan semester II tahun anggaran 2007 No.14/LHP/XVIII/JKT-XVIII Jakarta 06/01/2008 tanggal 29 Januari 2008, Pemprov Banten juga dilaporkan belum menyelesaikan kekurangan pembayaran Rp.6,301 milyard yang harus segera disetorkan ke kas negara serta temuan kesalahan administrasi sebesar 36,875 milyard.

Menurut Criss dalam UU No. 15 / 2006 itu temuan BPK harus segera diselesaikan selama 60 hari, sejak hasil laporan hasil pemeriksaan audit BPK diserahkan perwakilan BPK kepada pemerintah daerah. Untuk itu, BPK akan kembali melihat secara rinci LHP atas pengelolaan APBD Banten, yang belum diselesaikan Pemprov Banten.

Untuk sangsi perdata, hukuman dapat dijatuhkan sesuai undang-undang kepegawaian bagi orang yang dimaksud dalam saran BPK. Namun sangsi ini tergantung kebijakan kepala daerah.

Sedangkan sangsi pidana dapat berupa kurungan badan selama 1,5 tahun dan denda 500 juta, setelkah mendapat ada putusan pengadilan.

Sedangkan menurut Tjetje Samas Kepala Inspektorat Banten, LHP BPK 2003-2006, sekarang ini sudah menurun dan untuk mempercepat proses tindak lanjut pihaknya telah membuat draft Raperda Pembentukan Lembaga Tuntutan Perbendaharaan Ganti Rugi (TPGR), karena TPGR yang lama sudah lama tidak berjalan (Dd:Tangerang Tribun, 13 Maret 2008)

Hasil Temuan BPK atas APBD Banten Tahun 2003-2007
----------------------------------------------------------------
Temuan dugaan Penyimpangan Anggaran Thn 2003 sebesar Rp. 54,748 milyard

Rincian Data
Indikasi kerugian Rp. 10,031 milyard (diselesaikan 199 juta).
Kesalahan administrasi Rp. 44,035 milyard (diselesaikan Rp. 35,579 juta).
Temuan Penyimpangan Anggaran Tahun 2004 sebesar Rp. 157, 709 milyar.
----------------------------------------------------------------
Rincian Data
Indikasi kerugian negara Rp. 2,136 miliard (dikembalikan Rp. 1,280 miliar.)
Kekurangan Penerimaan Rp. 6,317 miliar (diselesaikan 67,5 Juta)
Kesalahan administrasi Rp. 149,255 miliard (diselesaikan Rp. 141,760 miliar)

-----------------------------------------------------------------
Temuan Penyimpangan Anggran Tahun 2005 sebesar Rp.87,6 miliar

Rincian Data
Indikasi kerugian negara Rp. 691 , 3 juta (diselesaikan 635, 6 juta)
Kekurangan penerimaan Rp. 966,5 juta (diselesaikan Rp. 635.6 juta)
Kesalahan administrasi Rp. 84,9 miliar (diselesaikan Rp. 75,1 miliar)
-----------------------------------------------------------------
Temuan Penyimpangan Anggran Tahun 2006 sebesar Rp.87,6 miliar

Rincian Data
Indikasi kerugian negara Rp. 8,6 miliar (diselesaikan Rp.3,1 miliar)
Kesalahan administrasi Rp. 49,3 miliard (diselesaikan Rp. 47,2 miliard)
-----------------------------------------------------------------
Temuan Penyimpangan Anggaran Tahun 2007 sebesar Rp. 26 miliar

Rincian Data
Indikasi kerugian negara Rp. 1,058 miliar
Kekurangan penerimaan daerah Rp. 130 , 6 juta
Kesalahan administrasi Rp. 24,8 miliar
-----------------------------------------------------------------
Temuan Penyimpangan Anggaran Semester II Tahun 2007

Rincian Data
Belum menyelesaikan kekurangan pembayaran sebesar Rp. 6,301 miliar
Kesalahan administrasi sebesar Rp. 36,874 milyar
-----------------------------------------------------------------
Sumber : BPK RI JKT

Thursday, March 6, 2008

Berkibarlah !!!

Revolusi di Banten kembali harus kita mulai dari sekarang, dibangun melalui diskusi kecil di warung-warung kopi, kampung-kampung, rumah ke rumah, pojok-pojok kota dan lain sebagainya. Jika tidak maka telah membiarkan semuanya telah terlambat dan kita semua telah dirugikan besar, untuk pembangunan, untuk anak kita, dan pajak serta restribusi yang telah kita bayar.

Itu semua untuk siapa dan untuk apa ??

Sang Governor

SURAT UNTUK SANG GOVERNOOR GENERAL

Isu santer anda (H. Chasan Sochib) sebagai mascot Jawara Banten yang bermasalah sejak dulu dan menakutkan bagi anak-anak (anak kecil saja tau), maka tanpa mengurangi rasa hormat saya sebagai Pendiri Propinsi Banten pada tahun 2000, yang merupakan hasil kerja kroyokan reriungan kita bersama ratusan tokoh-tokoh Banten lainnya, saya banyak mempertanyakan dan menggugat anda sejak dulu. Mungkin rakyat masih sungkan, takut, dan segan terhadap anda, tetapi suatu saat arus jaman dan hukum alam berlaku terhadap diri anda untuk dihukum oleh sejarah. Maka bertobatlah !!!

Korupsi yang anda lalukan sangat merugikan rakyat, data yang kami miliki cukup untuk menyeret anda ke penjara. Skala besar yang kami temukan hingga saat ini anda adalah target nomor satu di Propinsi Banten.Begitupula kroni dan keluarga yang memiliki kekuasaan dan korupsi yang mewariskan bakat anda.

Banyak yang telah anda lakukan di Banten dengan cara anda sendiri yang kadang tidak disukai, melanggar hukum, dan rasa keadilan (gelar professor dan doktor saja dapat dibeli).

Catatan Istilah :

Gubernur Jenderal tersebar pada tahun 2003 dan menguat diberbagai forum formal dan non formal para aktivis. Tidak diketahui dengan pasti siapa yang menciptakan. Sempat ditulis menjadi karya ilmiah di harian luarnegeri oleh seorang profesor dari Jepang yaitu Prof. Okamoto yang mengambil riset tentang ekonomi dan politik di Banten. Belum lagi peneliti lainnya yang melakukan studi riset yang sama dengan lebih terbuka.

Wednesday, March 5, 2008

Kasus KUT dihapuskan ?

Saya mohon maaf karena beberapa hari lalu sebelum dihapuskannya kredit macet KUT 1998-1999 sebesar 5 trilyun lebih oleh SBY, tulisan tentang fresh money memuat juga tentang kasus KUT di Pandeglang sebesar 174 milyard dan brengseknya LSM di biro kesra dan lainnya telah dihapus.

Masalahnya kini telah terpecahkan bahwa kasus KUT harus dipilah berdasarkan temuan dilapangan. Ada hal yang sangat kontroversial telah terjadi pada waktu itu.

Memahami Kronologis

Memahami kronologis peristiwa yang telah berlangsung adalah yang terbaik agar dapat berfikir jernih.

Yang pertama, fenomena ribuan LSM dan koperasi yang didirikan pengusaha yang beralih profesi. Diantaranya ada yang merepotkan para petani dan tidak memberikan hasil guna yang bermanfaat bagi para petani , bahkan dana kredit tersebut telah diselewengkan dan dimiliki secara pribadi.

Kategori ini termasuk dalam pengurus (siapapun, bukan hanya pengusaha) yang telah menyelewengkan dana kredit tersebut yang seharusnya digunakan untuk petani.

Saya masih ingat betul ketika itu koperasi didirikan dengan sangat banyak (menjamur dan dadakan), mereka hanya diminta fotokopi KTP sebagai jaminan keanggotaan untuk memperoleh kredit dan tidak ada pertanggungjawaban baik terhadap anggota maupun terhadap negara. Sehingga para petani juga ikut menanggung beban hutang tersebut, padahal tidak memperoleh apapun dari pengurus koperasi.

Menurut saya ini harus tetap didorong untuk diproses secara hukum dengan tegas untuk mengembalikan dana tersebut dan ditindak jika melanggar hukum.

Dalam hal ini saya mencoba menganalisa dan sependapat dengan komentar Kajari Pandeglang, Departemen Koperasi dan Bupati Pandeglang (Harian Banten Tribun dan Fajar Banten hari ini), apalagi sebelumnya telah ditandatanginya MOU nota kesepakatan kerjasama untuk menuntaskan kasus tersebut. Jadi dengan demikian Kejari Pandeglang tidak perlu ragu-ragu bertindak dan hendaknya Kejati Banten juga tidak perlu terpengaruh dengan wacana yang diluncurkan oleh pusat.

Yang kedua, adalah melalui pengurus koperasi dan petani yang telah mendapat kucuran kredit tersebut betul-betul tidak dapat, atau belum mampu melunasi dan mengembalikan kredit usaha tani tersebut disebabkan banyak hal, diantaranya gagal panen, pupuk yang mahal, kalah bersaing dengan beras impor, dan sebab lainnya.

Jika ini yang harus diputihkan saya kira banyak yang sependapat berdasarkan bukti-bukti temuan lapangan yang dapat dipertanggung jawabkan, agar mereka dapat kembali menjalankan usahanya dengan tenang terutama khususnya bagi para petani miskin yang kesulitan.

Demikian uraian saya semoga masyarakat dapat jernih dan tidak terlalu banyak kebingungan dengan apa yang terjadi di Pandeglang.

Fenomena JPS dimasa lalu harus diambil dan dipetik hikmahnya untuk pelajaran berikutnya.

Mengenai LSM yang tidak bertanggung jawab saya pikir perlu ada semacam kode etik bersama seperti di Philipina yang harus ditegakan terkordinasi dengan dinas terkait jika mendapat kucuran dana dari pemerintah.

Semoga.