Sekilas BCW

Banten Corruption Watch adalah gerakan anti korupsi di Propinsi Banten, didirikan tanggal 05 Oktober 2000, diresmikan 10 November 2000 (akta notaris:Subandiyah). Secara organisasi BCW telah dibubarkan untuk sementara waktu sejak tahun 2007 hingga terbentuk pengurus baru yang belum tersusun.Sebagai gantinya sejak tahun 2007 kegiatan sementara waktu adalah mendokumentasikan kliping dari berbagai sumber media dan membuat artikel menyoal kejahatan korupsi di Banten.

Friday, July 10, 2009

SP3 Kasus RSUD Balaraja Dikecam

SP3 Kasus RSUD Balaraja Dikecam
Koran Banten, 10 Juli 2009

SERANG – Keputusan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) atas kasus dugaan korupsi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Balaraja di Kabupaten Tangerang, Banten dikecam. Keputusan itu dianggap tindakan kontroversial kejaksaan yang melawan arus pemberantasan korupsi.
“Kami menegecam keputusan SP3 kasus dugaan korupsi RSUD Balaraja. Karena itu kami mendesak Jaksa Agung mengevaluasi kinerja Kejati Banten dalam pemberantasan korupsi,” kata Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Cakra Buana Cecep Pria Irawan di Serang.

Cecep mengaku heran atas langkah Kejati mengeluarkan SP3 dengan alasan tidak ditemukan kerugian negara. Padahal jika Kejati Banten cermat melihat Undang-undang anti korupsi nomor 31/1999, sebetulnya tidak perlu ada bentuk nyata kerugian negara untuk menentukan suatu perbuatan termasuk delik korupsi atau bukan. Menurut undang-undang tersebut, kerugian negara bisa saja berupa potensi kehilangan keuntungan (potential loss).

Soal potensi kehilangan itu, tambahnya, bisa dilihat dari pembangunan rumah sakit seluas tujuh hektar itu yang tak kunjung selesai. Padahal, pembangunan sudah dimulai sejak 2005 dan telah menghabiskan dana Rp 22 miliar lebih. Bahkan, kata dia, pembangunan terkesan terbengkalai. Seharusnya, November 2008, rumah sakit tipe C ini sudah dioperasikan.

Cecep menjelaskan, dikeluarkannya SP3 dugaan korupsi RSUD Balaraja menandakan program pemberantasan tindak pidana korupsi di Provinsi Banten masih berjalan lambat dan belum maksimal. Ini disebabkan masih lemahnya komitmen dan integritas unsur penegak hukum.

Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten, Dondy K Soedirman mengaku telah menandatangani Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) terhadap dugaan korupsi pembangunan RSUD Balaraja. Alasanya, karena setelah karena tidak ditemukan adanya perbuatan melawan hukum yang mengarah atau menjurus pada tindak pidana korupsi, seperti yang diatur dalam Undang-undang No31/1999 yang diubah dengan UU No20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Kasus dugaan penyimpangan RSUD Balaraja awalnya ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang, namun selanjutnya diambilalih oleh Kejati Banten pada 2008. Alasannya demi efisiensi, karena tersangka yang ditetapkan dalam kasus itu adalah pejabat dari Pemprov Banten, yakni Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten, Djadja Budy Suhardja, Pejabat Pembuat Komitmen Dinkes Provinsi Banten, Natsir Azis, Direktur PT. Glindingmas Wahana Nusa, John Chaidir, Kepala Proyek Dimas Widyatmo dan konsultan pengawas proyek dari PT. Cipta Sarana Mitra Ade Siswanto.

Mencuatnya kasus dugaan korupsi dalam pembangunan RSUD Balajara ini menyusul temuan kejaksaan akhir 2007 yang menyebutkan pembangunan RSUD yang dilaksanakan sejak 2005 tidak selesai. Padahal, secara keseluruhan anggaran pembangunan untuk RSUD senilai Rp22,275 miliar yang berasal dari APBN telah dikucurkan bertahap sejak 2005 hingga 2007.

Karena itulah. Kejari Tangerang kemudian menetapkan Djadja Budy Suhardja, Natsir Azis, John Chaidir, Widyatmo dan Ade Siswanto. menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi itu. Keputusan kejaksaan itu berdasarkan keterangan para saksi yang diperiksa dalam kasus tersebut, ditambah pengecekan di lapangan.

Dari bukti itu. Kejari Tangerang menyimpulkan ada dugaan kasus korupsi dalam pembangunan RSUD Balaraja. Para tersangka bersekongkol membuat laporan yang menyebutkan seolah-olah pekerjaan proyek sudah selesai.

Berdasarkan surat keterangan itu, seluruh dana pembangunan fisik RSUD Balaraja sebesar pp 14,115 miliar bisa dicairkan. Padahal kenyataannya pembangunan fisik RSUD baru mencapai sekitar 60 persen. Hasil pengecekan kejaksaan menunjukkan masih banyak pekerjaan yang belum diselesaikan kontraktor, misalnya pembuatan jaringan listrik di seluruh bangunan dan pembuatan kamar mandi. (ENK)

No comments:

Post a Comment