Sekilas BCW

Banten Corruption Watch adalah gerakan anti korupsi di Propinsi Banten, didirikan tanggal 05 Oktober 2000, diresmikan 10 November 2000 (akta notaris:Subandiyah). Secara organisasi BCW telah dibubarkan untuk sementara waktu sejak tahun 2007 hingga terbentuk pengurus baru yang belum tersusun.Sebagai gantinya sejak tahun 2007 kegiatan sementara waktu adalah mendokumentasikan kliping dari berbagai sumber media dan membuat artikel menyoal kejahatan korupsi di Banten.

Sunday, August 24, 2008

Kronologis Kasus Suap di Pandeglang, Kontroversi Sejak Awal

Kronologis Kasus Suap di Pandeglang, Kontroversi Sejak Awal
Senin, 18 Agustus 2008

Demi mempercepat pelaksanaan pembangunan di Kota Santri, Pemkab Pandeglang menilai perlu melibatkan pihak perbankan agar dapat mengatasi kendala minimnya dana yang dimiliki pemerintah. Terus menuai kontroversi sejak perencanaannya, kini empat orang pejabat masuk “kerangkeng” akibat prosedur yang diduga tidak wajar. Yang lainnya pun diperkirakan akan terus menyusul.


Pada tahun 2006 Bank Jabar – Banten Cabang Pandeglang mengabulkan pinjaman daerah kepada Pemkab Pandeglang sebesar Rp 200 miliar. Atas persetujuan DPRD—melalui mekanisme yang sampai saat ini masih diperdebatkan—pinjaman sebesar Rp 200 miliar digelontorkan Bank Jabar – Banten Cabang Pandeglang dengan masa pengembalian selama empat tahun. Itu berarti pinjaman akan berakhir pada tahun 2010, bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan Bupati Pandeglang, Dimyati Natakusumah yang terpilih untuk periode kedua, setelah menjabat sejak tahun 2000.

Cairnya pinjaman dari Bank Jabar itu sempat menimbulkan secercah harapan bagi masyarakat Pandeglang terhadap pembangunan di wilayahnya. Buruknya sarana dan pra sarana pendidikan serta infrastruktur memang memerlukan penanganan “khusus” agar perkembangan wilayah yang terkenal dengan hawanya yang sejuk itu tak ketinggalan dari daerah lain, yang juga makin gencar membangun. Namun, banyak kalangan menilai pembangunan yang dibiayai dana pinjaman itu masih jauh panggang dari api.

Dugaan penyimpangan ini nampaknya sudah lama tercium oleh kalangan pergerakan di kota Badak. Puncaknya, pada bulan Desember 2007, aktifis mahasiswa dan LSM gencar melakukan aksi “parlemen jalanan” memprotes kebijakan Pemkab Pandeglang terhadap pinjaman daerah Rp 200 miliar kepada Bank Jabar. Demo ini terus berlanjut hingga April 2008. Sebelum itu, pinjaman ini juga pernah di-class action oleh dua LSM di Pandeglang.

Pada April 2008, beberapa perwakilan LSM melaporkan masalah ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Namun, KPK menyerahkan penyidikan kasus ini pada pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang, karena memang laporan ini sudah terlebih dahulu ditindaklanjuti oleh lembaga adhyaksa di Pandeglang itu. Di bulan yang sama, Kejari Pandeglang mulai melakukan pengumpulan bukti dan keterangan (Pulbuket). Dan di bulan yang sama juga, isu suap mulai mencuat nyaris berbarengan dengan ditangkapnya Wakil Ketua DPRD Pandeglang dari Fraksi PDIP, Aris Turisnadi. Aris ditahan atas tuduhan penyelewengan dana KUT.

Heboh kasus suap berlanjut di bulan Mei. Bahkan, di bulan ini beberapa anggota DPRD Pandeglang mulai berani buka kartu tentang suap. Dua anggota DPRD Pandeglang dari Partai Bulan Bintang—Ahmad Baihaki dan Asep Saepudin—mengembalikan uang ke KPK masing-masing sebesar Rp30 juta. Akhir Mei, Aris Turisnadi juga mengembalikan uang Rp 60 juta ke Kejari Pandeglang, disusul Aksan Sukroni, Ade Permata Suta, ME Kosasih, Rosyid Balfas serta beberapa anggota lainnya.
Selain mengembalikan uang yang diakui sebagai uang suap, mereka juga mengungkapkan penyimpangan dalam proses pencairan pinjaman itu. Salah satu penyimpangan itu ialah pelanggaran prosedur dengan tidak menetapkan peminjaman melalui rapat paripurna. Hasil apripurna yang digunakan untuk mencairkan pinjaman mereka tuding tidak pernah dilakukan, alias fiktif.

Kejari Pandeglang mulai melakukan penyelidikan pada bulan Juni 2008. Ditengah proses itu, KPK yang diwakili Khaidir Ramli, sempat hadir ke Kejari Pandeglang untuk mengsupervisi kasus tersebut. Tak lama setelah itu, penyelidikan kasus ini diambil alih Kejaksaan Tinggi Banten.

Juli 2008, demonstrasi lebih sering terjadi. Kali ini pun demo tak hanya dilakukan oleh kalangan aktifis dan mahasiswa. Kalangan ulama—yang merupakan golongan paling berpengarus—di Pandeglang ikut turun ke jalan menuntut penuntasan kasus ini. Pada akhir bulan Juli ini, status penyelidikan ditingkatkan ke penyidikan. Delapan calon tersangka disebut pihak Kejati, namun belum diumumkan nama tersangka secara tegas. Dalam proses ini, Kejati mengirimkan surat kepada Gubernur Banten untuk mengeluarkan ijin pemeriksaan kepada anggota dewan. Selain itu, surat ijin pemeriksaan juga dilayangkan kepada Presiden RI untuk pemeriksaan Bupati pandeglang. Surat untuk gubernur segera dibalas dengan ijin pemeriksaan, sedangkan surat ijin untuk pemeriksaan bupati pandeglang hingga kini belum jelas.

Memasuki pertengahan Agustus, pihak penyidik di Kejati Banten semakin optimis dapat memecahkan kasus ini. Hasil pemeriksaan dinilai menunjukkan adanya penyimpangan dalam proses pencairan pinjaman daerah. Meskipun sebagian pejabat “keukeuh” membantah ada suap dalam proses peinjaman daerah itu, Kejati tetap yakin berdasarkan keterangan pejabat-pejabat lain yang “kooperatif” dan mengakui adanya suap.

Akhirnya, pada tanggal 12 Agustus dua pimpinan dewan, M. Acang dan Wadudi Nurhasan dimintai keterangan oleh tim penyidik Kejati Banten. Diperiksa hingga larut malam, kedua politisi itu akhirnya ditetapkan sebagai tersangka bersama mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Pandeglang, Abdul Munaf dan mantan Kasi Perkreditan dan Pemasaran Bank Jabar Cabang Pandeglang Dendy Darmawan.

Keempat tersangka itu, diperkirakan bakal jadi awal dari terungkapnya dugaan penyimpangan pada mekanisme pinjaman daerah itu. Tak menutup kemungkinan, akan ada pejabat-pejabat lain yang menyusul mereka untuk meringkuk di “hotel prodeo”. Koran Banten (BUN/ENK)

6 comments:

  1. Bupati Pandeglang baru saja terpilih menjadi orang paling kaya diantara Bupati2 se-Banten tahun ini. Dalam jamuan makan untuk merayakannya dia memberikan rahasia keberhasilannya pada para wartawan yang mewawancarainya.

    “Ada lima hal yang menyebabkan saya sukses dan menjadi Bupati Terkaya di Banten.
    Pertama, saya selalu memegang Buku APBD kemanapun saya pergi…..
    Kedua, saya selalu melibatkan perusahaan saya dalam melaksanakan proyek-proyek…
    Ketiga, saya selalu mengawasi proyek dengan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya…..
    Keempat, saya selalu memperlakukan PNS agar nurut perintah saya……

    Dan yang kelima, ini yang paling penting, DPRD baru saja menyetujui Pinjaman Daerah 200 Miliar dan saya gunakan untuk meningkatkan kekayaan saya.”

    ReplyDelete
  2. Untuk anda ANAK MUDA yg Kritis..

    Kunjungi : http://pandeglang-menggugat.blogspot.com

    ReplyDelete
  3. alah omdo.
    G AD BUKTI
    WEEEEEEEEEEK...............................

    ReplyDelete
  4. saya dukung usaha anak muda untuk terus mengguggat pemimpin korup di pandeglang. kalau tidak korup tidak mungkin pejabat misalnya punya rumah mewah dll. Coba liat kehidupan para pejabat di pandeglang dan di banten hebat-hebat tapi rakyatnya melarat

    ReplyDelete
  5. Saya orang pandeglang asli yg 25 tahun merantdi au negeri orang. Selama 25 tahun jadi si anak hilang pulang ke pandeglang gitu-gitu aja, jalanan rusak, sekolah hancur, rakyat melarat dan sederet kesusahan lainnya.Pandeglang akan makmur jika rakyatnya tak tergiur dengan politik uang dan tekanan dari pihak manapun ketika memilih pemimpinnya. Pilih pemimpin yang jujur dan cerdas meski miskin secara materi, jangan pilih pemimpin yg bobrok dan suka menebar uang dan janji palsu.

    ReplyDelete