Sekilas BCW

Banten Corruption Watch adalah gerakan anti korupsi di Propinsi Banten, didirikan tanggal 05 Oktober 2000, diresmikan 10 November 2000 (akta notaris:Subandiyah). Secara organisasi BCW telah dibubarkan untuk sementara waktu sejak tahun 2007 hingga terbentuk pengurus baru yang belum tersusun.Sebagai gantinya sejak tahun 2007 kegiatan sementara waktu adalah mendokumentasikan kliping dari berbagai sumber media dan membuat artikel menyoal kejahatan korupsi di Banten.

Sunday, August 24, 2008

Usut Pengunaan Pinjaman Rp 200 Miliar

Usut Pengunaan Pinjaman Rp 200 Miliar
Senin, 18 Agustus 2008


Jadikan Kasus Suap Sebagai Pembuka

PANDEGLANG – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar geram dengan Penahanan Ketua DPC Partai Golkar yang juga Ketua DPRD Pandegalng HM Acang. Partai berlambang pohon beringin ini pun meminta Kejaksaan Tinggi Banten tidak hanya mengusut kasus suap, tapi juga penggunaan uang pinjaman Rp 200 miliar yang diduga banyak diselewengkan.


”Kasus suap memang perlu diusut. Tapi ingat, itu belum masuk substansi. Masalah yang lebih penting adalah soal pengunaan dana pinjaman Rp 200 miliar. Apakah betul uang itu digunakan untuk membangun infrastruktur,” kata Koordinator Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Golkar Tb. Ace Hasan Syadzily kepada wartawan di Pandeglang, Kamis (14/8) lalu.

Menurut Ace, jika benar memang ada tindakan penyuapan untuk melicinkan pinjaman daerah Rp 200 miliar, itu berarti Pemkab tidak didorong oleh itikad baik dalam melakukan pinjaman. Karenanya perlu audit serius soal penggunaan dana tersebut.

”Jangan-jangan uangnya tidak untuk membangun, tapi disalahgunakan oleh orang atau kelompok tertentu,” ujar Ace.

Indikasi penyalahgunaan uang pinjaman dari Bank Jabar itu, menurut Ace, memang cukup nampak. Hal itu bisa dilihat dari minimnya pembangunan infrastruktur di Pandeglang setelah mendapat pinjaman. Padahal, uang pinjaman itu digunakan oleh Dinas Pendidikan sebesar Rp 47 miliar untuk membangun gedung SD, dan Rp 153 oleh Dinas PU untuk membangun infrastruktur jalan dan jembatan.

”Tapi lihat sekarang, masih banyak jalan dan gedung SD yang rusak. Ini kan aneh. Makanya penyidik Kejati harus tertantang untuk mengusut dugaan penyelewengan dana pinjaman itu, bukan hanya kasus suapnya,” kata Ace.

Terlepas dari itu, lanjut Ace, terungkapnya dugaan suap setidaknya menjadi shock therapy agar pengambil kebijakan tak seenaknya membuat kebijakan. ”Hikmah ini yang bisa diambil dari penanganan kasus suap,” tandasnya.

Menyangkut kasus yang menimpa HM Acang, Tb Ace menyatakan hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan kronologis kasus yang menimpa HM Acang dari DPD Golkar Banten.

”Yang jelas DPP Golkar tidak akan membiarkan kasus hukum Pak Acang terlunta-lunta tanpa kejelasan. DPP akan terus mendampingi, tentunya dengan bersandar pada hukum,” katanya.

Di tempat terpisah, Iman, Ketua Front Hizbullah—salah satu ormas selalu memantau perjalalan hukum kasus suap—mengaku senang dengan perkembangan kasus suap yang sudah menahan empat tersangka. Namun, ia mengaku belum cukup puas. Lantaran penahanan ini belum mengakhiri kontroversi peminjaman daerah sebesar Rp 200 miliar ke Bank Jabar Cabang Pandeglang.

“Yang kami khawatirkan ini hanya sebatas penghibur rakyat. Untuk itu kami membentuk tim khusus pemantau yang selalu memantau kasus ini agar kinerja aparat hukum tidak mencla-mencle dalam pengusutan. Ada 4 – 5 tim yang diturunkan ke kejaksaan, tim itu di bagi dalam 4 sift,” ungkapnya.

Terkait huhkuman yang layak diberikan jika nanti para tersangka terbukti bersalah, Iman meminta penegak hukum mengganjar hukuman yang seberat-beratnya kepada mereka.

Hal senada diungkapkan Iwan, seorang warga Pandeglang yang mengaku banyak mengikuti perkembangan kasus ini. Bahkan, Iwan meminta aparat hukum segera menyita aset-aset milik para tersangka jika terbukti didapat dari hasil korupsi. Menurutnya, kejadian ini telah mencoreng masyarakat Pandeglang yang terkenal dengan julukan Kota Santri dan Kota Berkah.

“Ini memalukan sekali. Kalau bisa mereka dihukum seberat-beratnya supaya jera,” imbuhnya.

Di tempat terpisah, Selasa (12/8) malam, Kejati Banten langsung menahan empat tersangka dugaan kasus pinjaman Pemkab Pandeglang kepada Bank Jabar sebesar Rp 200 miliar. Mereka adalah Ketua DPRD Pandeglang HM Acang, Wakil Ketua Wadudi Nurhasan, mantan Kepala BPKD Pandeglang Abdul Munaf dan mantan Kepala Seksi Perkreditan dan Pemasaran Bank Jabar Pandeglang Dendy Darmawan.

Acang dan Wadudi ditahan setelah menjalani pemeriksaan selama 15 jam. Sementara Dendy Darmawan dan Abdul Munaf datang ke Kejati sekitar pukul 22.00 WIB malam setelah keduanya dijemput oleh Kejati. Begitu sampai di Kejati keduanya diperiksa untuk memenuhi kelengkapan berkas dakwaan.

Menurut Kajati Banten, Lari Gau Samad, tim penyidik menetapkan keempat pejabat itu sebagai tersangka karena dianggap paling berperan dalam kasus dugaan suap pinjaman daerah Rp 200 miliar. Untuk memperlancar proses penyidikan mereka ditahan secara terpisah. Kajati menegaskan, pemisahan itu agar para tersangka tidak bisa bertemu dan berkomunikasi.

“Kalau mereka bisa berkomunikasi dikhawatirkan memengaruhi pemeriksaan selanjutnya dan mempengaruhi keterlibatan pengungkapan tersangka lain,” tegasnya.

TETAP BANTAH
Sementara itu, sebelum ditahan, siang harinya Acang sempat memberikan pernyataan kepada sejumlah wartawan. Ia tetap membantah adanya suap dalam proses peminjaman daerah itu. Bahkan, Acang bersumpah dirinya maupun anggota Fraksi Golkar tidak pernah menerima suap dalam proses persetujuan pinjaman Bank Jabar Rp 200 miliar.

“Saya berani sumpah. Sumpah pocong juga berani karena semua dari Golkar tak ada yang menerima. Tulis itu,” tegas Acang kepada wartawan.

Acang membeberkan, selama pembahasan anggaran di Hotel Aryaduta Imperial, Tangerang, tidak pernah menerima uang sepeserpun dari Pemkab Pandeglang. “Kalau pertemuan di Imperial memang ada, karena saat itu kami membahas anggaran dan saya sebagai ketua panitia anggaran,” katanya.

Terkait uang pinjaman daerah Rp 200 miliar yang habis sebulan setelah disetujui, Acang mengaku tidak terlalu faham. Kata dia, legislatif hanya mengawasi penggunaan uang pinjaman daerah dari laporan pembukuan yang diberikan pemerintah.

Kendati demikian, Acang mengakui ada indikasi overlapping dalam penggunaan dana pinjaman Rp 200 miliar. “Soal penggunaan uang Rp 200 miliar berdasarkan pemantauan, kami akui ada yang tidak beres. Tapi ketikdakberesan perlu dicari sebabnya, apakah disebabkan karena dana yang tidak sampai, atau sampai pada sasaran tapi dananya tidak cukup,” tegasnya. Koran Banten (HID/ENK/SYH)

No comments:

Post a Comment