Sekilas BCW

Banten Corruption Watch adalah gerakan anti korupsi di Propinsi Banten, didirikan tanggal 05 Oktober 2000, diresmikan 10 November 2000 (akta notaris:Subandiyah). Secara organisasi BCW telah dibubarkan untuk sementara waktu sejak tahun 2007 hingga terbentuk pengurus baru yang belum tersusun.Sebagai gantinya sejak tahun 2007 kegiatan sementara waktu adalah mendokumentasikan kliping dari berbagai sumber media dan membuat artikel menyoal kejahatan korupsi di Banten.

Saturday, May 3, 2008

Keterangan Saksi Kasus Squatter Berbelit
Radar Banten Selasa, 01-April-2008

SERANG – Kesaksian terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk proyek Program Pemberdayaan Masyarakat Squatter (PPMS) Adiyanto, terkesan berbelit-belit.

Hal itu mengemuka saat mantan kepala Satker PPMS tersebut menjadi saksi mahkota dalam sidang lanjutan perkara ini dengan terdakwa mantan Kasi Pembangunan Kecamatan Kasemen Roni Yuroni di Pengadilan Negeri Serang, Senin (31/3).
Kepada Ketua Majelis Hakim Masrimal, Adiyanto mengakui, dana pembebasan lahan seluas 20.000 meter persegi untuk program PPMS diberikan kepada masing-masing pemilik lahan Rp 20.000 per meter, bukan Rp 29.500 per meter.

Kata dia, hal tersebut sesuai kesepakatan antara pemilik lahan dengan Pinlak PPMS Edi Supriyadi dan Kepala Desa Margaluyu Maman Suratman yang juga ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.

“Sebenarnya itu bukan dipotong dan bukan korupsi karena pemilik lahan menyerahkannya secara sukarela. Uang dari pemilik lahan (total senilai Rp 183 juta-red) itu untuk sosialisasi, pengukuran tanah, dan pemasangan papan proyek, karena untuk kegiatan ini tidak dianggarkan,” jelas Adiyanto.
Kesaksiannya itu kembali saksi nyatakan ketika Ketua Majelis Hakim Masrimal memberikan penegasan.

Kendati demikian, Adiyanto tidak dapat memastikan jika pemberian uang pembebasan lahan Rp 9.500 per meter persegi dari masing-masing pemilik lahan Sariman, Djuhroh, Masudah, Lilis Susilowati, dan Enok Nawiroh, dilakukan sesuai musyawarah. “Saya lupa,” ujarnya beralasan.

Kesaksian itu berbeda ketika saksi dicecar pertanyaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rudy Rosadi. Mengingat, kesaksian Roni Yuroni dalam sidang sebelumnya bahwa uang pembebasan lahan langsung dipotong.

“Anda sudah disumpah. Teknis pembayarannya diberikan penuh Rp 29.500 per meter persegi kemudian pemilik lahan menyerahkan Rp 9.500 per meter persegi. Atau langsung dipotong,” tegas JPU.

“Saya lupa-lupa ingat. Kalau tidak salah, ada yang dibayar Rp 29.500 dan ada yang Rp 20.000 per meter persegi. Kesepakatan uang diambil Rp 9.500 per meter persegi itu diketahui Pak Roni Yuroni,” ujar Adiyanto setelah diperingatkan.
Kesaksian itu disangkal terdakwa. “Saya baru tahu harganya ketika uang dibayarkan ke Haji Sariman,” katanya. (don)

No comments:

Post a Comment