Sekilas BCW

Banten Corruption Watch adalah gerakan anti korupsi di Propinsi Banten, didirikan tanggal 05 Oktober 2000, diresmikan 10 November 2000 (akta notaris:Subandiyah). Secara organisasi BCW telah dibubarkan untuk sementara waktu sejak tahun 2007 hingga terbentuk pengurus baru yang belum tersusun.Sebagai gantinya sejak tahun 2007 kegiatan sementara waktu adalah mendokumentasikan kliping dari berbagai sumber media dan membuat artikel menyoal kejahatan korupsi di Banten.

Thursday, November 8, 2007

Gedung DPRD Banten

“Masyarakat Ragukan Kasus Gedung DPRD Banten Bisa Selesai”

BANTEN - Pembangunan Gedung DPRD Banten yang rencananya akan diserah-terimakan pada tanggal 28 Desember 2006 ini, diduga telah melanggar berbagai peraturan dan melecehkan dua lembaga nasional, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Arbitase Nasional Indonesia (BANI).

Terlebih lembaga penegak hukum seperti, Polda dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Masyarakat menyangsikan, dugaan penyelewengan yang diindikasikan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dapat diselesaikan. Sementara Iing Suwargi, Kasubdin Cipta Karya, DPU Banten sangat sulit ditemui POSMETRO.

Bahkan Gedung senilai Rp80,5 miliar ini, sudah diberi gelar sebagai monumen “Korupsi Tak Tersentuh Hukum” oleh masyarakat anti korupsi di Banten. Gelar ini diberikan oleh Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GNPK) Banten dan Banten Corruption Watch (BCW) dalam diskusi kecil memperingati hari anti korupsi se-dunia.
Menurut Muhammad Fitriyadi, Sekretaris II GNPK Banten mengatakan, hal yang paling menyedihkan sekarang ini adalah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten lewat Iing Suwargi, Kepala Sub Dinas (Kasubdin) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Banten sedang meninabobokan masyarakat.

“Lewat berbagai media massa, DPU Banten mencoba membangun image kehebatan Gedung DPRD Banten. Gedung termewah dengan citra rasa kaum kaya atau borjuis alias kapitalis. Ini namanya DPU Banten memberikan kebanggaan semu buat masyarakat,” kata Fitriyadi, kemarin.

Padahal, pembangunan gedung dengan nilai Rp80,5 miliar ini, dinilai Fitriyadi, sangat membebani keuangan daerah. Banten belum memerlukan gedung-gedung megah, karena masih banyak masyarakatnya hidup dibawah garis kemiskinan. Tercatat 2,1 juta orang di Banten termasuk keluarga pra sejahtera dan sejahtera 1 alias hidup miskin.

Belum termasuk gedung-gedung sekolah yang rusak parah. Dinas Pendidikan (Dindik) Banten mencatat 23 ribu ruang sekolah rusak parah dan tidak dapat digunakan. “Ini membuktikan Pemprov Banten lebih suka kehidupan bergaya borju alias kapitalis dibandingkan hidup sederhana dan memikirkan kesejahteraan rakyat. Kalau saja dana pembangunan itu buat membetulkan ruang kelas, Insya Allah, tidak ada lagi keluhan sekolah rusak,” ujar Fitri.

Teguh Imam Prasetya, Ketua Banten Corruption Watch (BCW) mengatakan, pihaknya ragu kasus penyimpangan dana pembangunan Gedung DPRD Banten dapat diselesaikan Kejati Banten. Soalnya, setelah kepimpinan Kemas Yahya, kinerja Kejati Banten boleh dibilang tidak ada.
“Tadinya saya berharap pada Suhemi, Kepala Kejati Banten. Ya soalnya dia itu orang Banten, pasti tidak ingin Banten ini terkenal dengan korupsinya. Tapi, eh malah mendahulukan kasus Dana Perumahan. Mana keberaniannya mengutak-atik kasus yang diduga melibatkan pejabat top Pemprov Banten,” kata Teguh.

Padahal, tetap jalannya pembangunan ini patut dipertanyakan. Keputusannya BANI menyebutkan tidak ada lagi pembayaran untuk kontraktor pelaksanan pembangunan Gedung DPRD, kecuali sudah selesai 100 persen. Kenyataannya, tahun ini malah ditambah Rp18 miliar. “Gedung DPRD Banten itu tanda Kejati Banten sangat-sangat takut pada penguasa,” ujarnya sambil tertawa.

Rencananya, Gedung ini akan diserahterimakan pada tanggal 28 Desember 2006 dan akan ditempati oleh anggota DPRD Banten mulai tahun 2007. Gedung ini juga diharapkan menjadi tempat pelantikan Gubernur Banten periode 2007-2012. Sebelumnya diberitakan, BPK telah mengungkapkan penyimpangan pembangunan gedung ini dua kali, yaitu dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) untuk APBD Banten 2004 dan LHP untuk APBD Banten 2006. Kedua laporan itu menyebutkan adanya sudah menyarankan untuk diselesaikan secara hukum dan terdapat kekurangan penerimaan daerah sebesar Rp 6,25 miliar.

Bahkan di LHP tahun 2005 dengan jelas BPK menyebutkan modus operandi penyimpangan ini diindikasikan adanya kerugian daerah. Sehingga penyimpangan ini disarankan diselesaikan oleh aparat penegak hukum. Sedangkan Materi Putusan Perdamaian BANI No 304/I/ARB-BANI/2005 tanggal 21 Juli 2005 menyebutkan, PT SCRC sebagai pelaksana pembangunan itu diwajibkan menyelesaikan kontraknya dan tidak mengajukan pembayaran sebelum pekerjaan selesai 100 persen.

Kewajiban Pemprov Banten hanya membayar angsuran ketiga sebesar Rp 6,6 miliar. Atas dasar putusan BANI ini, kontrak PT SCRC diperpanjang atau diberikan addendum keempat kalinya dengan kontrak No No.761/KTRK/PG.DPRD-ADD.IV/DPU/070-12/VII/2005 tanggal 28 Juli 2005. Addendum ini memperpanjang waktu penyelesaian pembangunan Gedung DPRD Banten hingga tanggal 20 Desember 2005.

Hingga tanggal 20 Desember 2005, ternyata PT SCRC tidak mampu menyelesaikan pekerjaan itu hingga 100 persen. Hasil opname konsultan LPPM-ITB menyebutkan, progress pekerjaan baru mencapai 81,1 persen saja. Sehingga pada tanggal 21 Desember 2005, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Provinsi Banten melayangkan perintah menghentikan pekerjaan ke PT SCRC dengan No 640.3/1387.4-DPU/XII/2005. Tapi PT SCRC tetap berkewajiban menjaga keamanan di lingkungan proyek itu.

Herannya, sehari sebelumnya, yaitu pada tanggal 20 Desember 2005, Atut Chosiyah, Plt Gubernur Banten yang juga putri dari pemilik PT SCRC, telah mengeluarkan disposisi agar masalah perpanjangan waktu dikonsultasikan ke BANI. Sedangkan BANI baru dapat menjawab konsultasi atas masalah perpanjangan waktu ini pada tanggal 3 Januari 2006.

“Tak ada kabar apakah BANI mengizinkan atau meralat keputusannya. Yang pasti pembangunan itu hingga sekarang tetap berlangsung. Bahkan di APBD Banten 2006 telah dianggarkan sebesar Rp18 miliar untuk pembangunan DPRD Banten,” ujar Fitri.
Anggaran ini tercantum dalam Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) Bidang Pekerjaan Umum dan unit kerjanya DPU Banten. Program yang dilaksanakan adalah Program Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Kepemerintahan dan Tertib Pelaksanaan Pembangunan Daerah dengan nama kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Gedung Pemerintah.

Kode program itu adalah 150106 dan kode kegiatannya 15010601 dengan nilai total DASK sebesar Rp 93,54 miliar. Di kode rekening 2.1501.3.06.01.01.2 Belanja Modal Bangunan Gedung Tempat Kerja huruf C, Biaya Pelaksanaan Pembangunan Gedung baris ketujuh tertulis, Pembangunan Gedung Dewan (lanjutan) dan Infrastruktur sebesar Rp 18 miliar. Pembayaran program ini dibagi dalam 4 triwulan, yaitu triwulan I Rp 18,7 miliar, triwulan II Rp28,06 miliar, triwulan III Rp 18,7 miliar dan triwulan Rp28,06 miliar.

“Yang perlu diingat adalah jaminan pelaksanaan sebesar Rp 3,125 miliar itu sudah dicarikan oleh Pemprov Banten belum. Soalnya, jaminan pelaksanaan ini hanya berlaku hingga tanggal 25 Juli 2006. Lumayankan, mengurangi kekurangan penerimaan,” kata Fitri. (yus)

No comments:

Post a Comment